Peradaban Give


Peradaban Give, Give and Give
(Chindy Chintya Cahya)
Rangkaian kata give, give dan give selalu menghiasi setiap perkumpulan yang diadakan di Pondok Modern Darussalam Gontor. Kata-kata ini selalu disampaikan oleh KH Hasan Abdullah Sahal dalam setiap pidatonya. Give yang artinya memberi telah mendarah daging dalam setiap nafas kehiduppan di Pondok Modern Darussalam Gontor. Karena jika ditelusuri ternyata peradaban islam itu sendiri terbentuk melalui peradaban give (memberi). Seperti halnya wakaf, tanpa sadar wakaf dalam dunia islam itu berawal dari keinginan atau kesadaran untuk memberi. Satu-satunya pondok pesantren yang berbasis wakaf terbesar di Indonesia sendiri yaitu Pondok Pesantren Darussalam Gontor. Tidak hanya diajarkan ilmu pengetahuan, para guru dan santri maupun santriwati selalu dilatih untuk ikhlas dalam menjalani setiap kegiatannya. Ikhlas dalam belajar, ikhlas dalam mengajar serta ikhlas dalam melaksanakan setiap peraturan  yang telah diitetapkan oleh bapak kiayi. Melalui keikhlasan kita diajarkan memberi tanpa pamrih.

Dalam Al-qur’an telah disebutkan beberapa ayat yang berkaitan dengan memberi, diantaranya adalah Q.S. Al-Baqarah (2):267 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267). Membahas tentang peradaban memberi, jauh sebelum masa ini tepatnya ketika masa pemerintahan Ustman bin Affan ada sebuah sumur yang sampai saat ini selalu mengalir kebaikannya terhadap masyarakat setempat yaitu Sumur Raumah. Untuk sedikit mengingat kebaikan dari Utsman. Berikut Sejarah singkat dibalik Sumur Wakaf Utsman bin Affan yang berumur 1.400 Tahun.
Dilansir Madinatul Qur’an, diriwayatkan pada masa Nabi Muhammad, Kota Madinah pernah mengalami paceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka (kaum Muhajirin) sudah terbiasa minum dari Zam-Zam di Mekkah. Namun saat itu satu-satunya sumber air yang tersisah adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, yaitu sumur Raumah. Rasa dan airnya mirip dengan sumur zam-zam. Kaum muslimin dan penduduk madinah terpaksa harus rela antre dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.
Prihatin dengan kondisi ummatnya, Rasulullah kemudian bersabda, “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapatkan surga-NYA Allah AWT.”(Hadist Riwayat Muslim)
Mendengar hal itu, Utsman bin Affan yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. namun, walaupun sudah diberikan penawaran tinggi sekalipun, Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya. Yahudi berkata “seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai ustman, maka aku tidak akan memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari”, demikian yahudi menjelaskan alas an penolakannya.
Tidak langsung menyerah, utsman tetap saja berusaha menawarkan kepada Yahudi untu membeli sumur itu. Hingga pada suatu hari Yahudi pun menyetujui utsman membeli setengah sumur itu dan memilikinya secara bergantian. Ustman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di Sumur Raumah untuk mengambil air dengan gratis karena hari ini sumur raumah adalah miliknya. Dan ia pun mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk dua hari karena besok sumur tersebut bukan milik ustman.
Keesokan harinya Yahudi mendapati sumur tersebut sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persediaan air dirumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan menawarkan untuk menjual sumur itu dengan harga yang sama. Utsman yang setuju lalu membelinya seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumah pun menjadi milik Utsman seutuhnya.
Kemudian Utsman bin Affan mewakafkan Sumur Raumah. Sejak saat itu Sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk orang Yahudi pemilik lamanya.
Begitulah islam mengajarkan bahwa dalam memberi harus ikhlas dalam hati tanpa mengharapkan imbalan apapun selain ridho Allah SWT. Karena sejatinya apa yang kita miliki bukan lah milik kita melainkan hanya titipan dari Allah SWT. Semuanya hanya akan dinilai seberapa dapat bermanfaat kita untuk orang lain. Jadi jangan pernah sombong ataupun bangga dengan apa yang kita miliki karena segala sesuatunya adalah ujian, kita sendiri yang menentukan akan kemana kita alirkan harta yang kita miliki. Namun sesungguhnya dalam islam sendiri dianjurkan untuk mengalirkan harta yang dimiliki. Sesungguhnya dengan memberi niscaya akan memberikan kebaikan untuk diri kita sendiri.
Perhatikanlah perbedaan air yang menggenang dan yang mengalir. Air yang menggenang apalagi menumpuk diam dalam suatu wadah lama-kelamaan air akan keruh dan menjadi sarang bibit nyamuk yang bisa membawa penyakit demam berdarah, ditambah lagi baunya tak sedap. Tapi lihatlah air yang mengalir. Dia sebaliknya bukan saja lebih bersih, melainkan juga membersihkan kotoran-kotoran yang dilewatinya dan tidak berbau.
Oleh karena itu islam mengajarkan kita untuk terus berbagi dan memberi baik berupa harta, jasa maupun ilmu tanpa pamrih. Seperti contoh kecil dalam ilmu ekonomi yaitu anjuran seorang muslim untuk membayar zakat apabila telah mencapai nisabnya, mewakafkan harta yang dimiliki guna membantu umat, infak maupun shadaqah yang dikeluarkan untuk fakir dan miskin. Sifat berbagi ini lah yang harus ditanamkan dalam jiwa-jiwa setiap muslim, agar peradaban isllam dalam memberi maupun berbagi tidak hilang dimakan waktu dan zaman.
Seperti kalimat yang sampaikan KH Hasan Abdullah Sahal “Tidak ada take and give, apalagi give and take, yang ada hanyalah give give give and give”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sending children to the boarding school

Stay Active

Belajar dari jepang membentuk komunitas pendidik