prinsip distribusi pendapatan dalam islam
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Persoalan penting
yang menjadi perhatian ilmu ekonomi adalah kelangkaan sumber-sumber potensial
yang dapat digunakan oleh masyarakat. analisis manusia yang berkaitan dengan
masalah ini disebut teori ekonomi. Dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa manusia
merupakan makhluk ekonomi yang berusaha memaksimalkan kepuasannya dan selalu
bertindak rasional. dalam mengonsumsi, mereka memiliki banyak pengetahuan
tentang beragai macam produk yang dapat memuaskan kebutuhan mereka.[1]
Berbagai
kegiatan ekonomi berjalan dalam rangka mencapai satu tujuan, yaitu mencapai
kesejahteraan yang menyeluruh, penuh ketegangan dan kesederhanaan, tetapi tetap
produktif dan inovatif bagi setiap individu muslim maupun non-muslim. Dalam
kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam kehidupan manusia yaitu Produksi,
Distribusi dan konsumsi. Tahap pertama yaitu produksi, yang tujuannya adalah
untuk meningkatkan kemaslahatan. Namun agar kemaslahatan itu sampai pada
masyarakat harus dilakukan pendistribusian terlebih dahulu agar mereka dapat
mengonsumsi kebutuhan hidup mereka. Dalam pembahasan kali ini penulis akan
mengangkat tema tentang prinsip distribusi pendapatan dalam islam.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud distribusi dalam islam?
2. Bagaimana
pertukaran dan keseimbangan konsumsi antar individu?
3. Jelaskan
efisiensi dan keadilan dalam distribusi pendapatan!
4. Bagaimana peran
negara dalam distribusi pendapatan?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi
distribusi
Pengertian
distribusi menurut kamus besar bahasa indonesia adalah penyaluran (pembagian,
pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat; pembagian barang
keperluan sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada
pegawai negeri, penduduk, dsb. Sedangkan distrbusi menurut para
ahli ekonomi antara lain:
·
Menurut Winardi
(1989:299) Saluran distribusi merupakan suatu kelompok perantara
yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk kepada
pembeli.
· Menurut
Warren J. Keegan (2003) Saluran Distribusi adalah saluran yang digunakan
oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke
konsumen atau pemakai industri.
· Menurut
Assauri (1990: 3) Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga yang
memasarkan produk,
yang berupa barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
· Menurut
Kotler (1991 : 279) Saluran distribusi adalah sekelompok perusahaan atau
perseorangan yang memiliki hak pemilikan atas produk atau membantu memindahkan
hak pemilikan produk atau jasa ketika akan dipindahkan dari produsen ke
konsumen.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa pengertian distribusi dalam sistem konvensional merupakan
penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen begitu pula para pemakai.
Pembahasan mengenai pengertian dan makna distribusi tidak leas dari konsep
moral yang dianut. Apabila konsep dasar yang diterapkan merupakan sistem
kapitalis, maka permasalahan distribusi yang akan timbul adalah adanya
perbedaan yang mencolok antara kepemilikan, pendapatan dan harta peninggalan.
Jika asas yang mereka anut adalah sosialisme, maka sistem ini lebih melihat
kepada kerja sebagai basic dari distribusi pendapatan. Hasil yang
diperoleh terantung pada usaha mereka, oleh karena itu kapabilitas dan bakat
seseorang sangat berpengaruh pada distribusi pendapatan. Untuk mewujudkan
kebersamaan alokasi produksi dan cara pendistribusian kekayaan alam diatur oleh negara.
Sedangkan Secara umum Islam mengarahkan mekanisme berbasis moral
dalam pemeliharaan keadilan sosial dalam bidang ekonomi,
sebagai dasar pengambilan keputusan dalam bidang distribusi, sebagaimana telah
diketahui bahwasanya Nabi Muhamad SAW terlahir dari keluarga pedagang dan
beristrikan seorang pedangan (siti khatijah) dan beliau berdagang sampai negeri
syiria, saat beliau belum menikah dengan khatijah beliau merupakan salah satu
bawahan siti khatijah yang paling dikagumi oleh siti khatijah pada masa itu
karena teknik pemasaran beliau. Pada saat itu Nabi Muhamad SAW telah
mengajarkan dasar-dasar nilai pendistribusian yang benar yaitu dengan kejujuran
dan ketekunan.
Adapun
landasan-landasan dalam hal distribusi dalam islam antara lain sebagai berikut:
·
Tauhid
Yaitu konsep ketuhanan yang maha
esa, yang tidak ada yang wajib di sembah kecuali Allah dan tidak ada pula yang
menyekutukannya, konsep ini menjadi dasar segala sesuatu karena dari konsep
inilah manusia menjalankan fungsinya sebagai hamba yang melakukan apa yang
diperintahkannya dan menjauhi larangannya. Hal ini ditegaskan dalam firman
Allah SWT QS Al-Zumar ayat 38 yang artinya:
“dan sesungguhnya jika kamu
bertanya kepada mereka: “siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”” niscaya
mereka akan menjawab, “Allah”. Katakanlah :”maka terangkan padaku tentangb apa
yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan
kemadharatankepadaku, apakah berhala-berhala itu akan menghilangkan
kemadharatan itu, atau jika Allah akan memberikan rahmat kepadaku, apakah
mereka dapat menahan rahmatnya?”, katakanlah: “cukuplah Allah bagiku.”.[2]
·
Adil
Menurut bahasa adalah “wadh’u
syaiin ‘ala mahaliha” yaitu meletakan sesuatu pada tempatnya, konsep keadilan
haruslah diterapkan dalam mekanisme pasar untuk menghindari kecurangan yang
dapat mengakibatkan kedzaliman bagi satu pihak. Fiman Allah dalam surat
al-Muthafifin ayat 1-3 yang artinya:“kecelakaan besarlah bagi orang-orang
curang, yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhi,
apabila mereka menakar untuk orang lain mereka kurangi”
·
Kejujuran dalam bertransaksi
Syariat
islam sangat konsen terhadap anjuran dalam berpegang teguh terhadap nilai-nilai
kejujuran dalam bertransaksi. Firman Allah: "Wahai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang tepat –
benar (dalam segala perkara). Supaya Ia memberi taufik dengan menjayakan
amal-amal kamu, dan mengampunkan dosa-dosa kamu".[3]
2.2.Pertukaran dan keseimbangan konsumsi antar
individu
2.3.Distribusi dan kesejahteraan sosial
2.4.Efisiensi dan keadilan dalam distribusi
pendapatan
Islam telah mengatur seluruh
aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Salah satu tujuannya
adalah untuk mewujudkan keadilan dalam pendistribusian harta, baik dalam
kehidupan bermasyarakat maupun individu. Keadilan dan kesejahteraan masyarakat
tergantung pada sistem ekonomi yang dianut.
Sistem ekonomi Islam berdasarkan
pada Al-Quran dan Sunnah. Perkara-perkara asas muamalah dijelskan didalamnya
dalam bentuk suruhan dan larangan. Suruhan dan larangan tersebut bertujuan
untuk membangun keseimbangan rohani dan jasmani manusia berasaskan tauhid.[4] Tujuan
dan nilai-nilai dari sistem ekonomi islam adalah untuk memenuhi semua kebutuhan
dari segala sektor kegiatan dan kebutuhan manusia. Tujuan dan nilai-nilai
tersebut adalah melakukan aktivitas ekonomi yang baik dalam kerangka kerja
norma-norma moral islam, menjalin persaudaraan dan menciptakan kesejahteraan
secara universal. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan distribusi pendapatan
yang merata sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan sosial.[5] Islam menekankan keadilan
distribusi dan menyertakan dalam sistemnya suatu program acara untuk pembagian
kembali kekayaan dan kemakmuran, sehingga tiap-tiap individu dijamin dengan
suatu standar hidup yang terhormat dan ramah satu sama lain.[6] Dasar karakteristik
pendistribusian dalam sistem ekonomi islam adalah adil dan jujur, karena dalam
Islam sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan, semua akan
dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Pelaksanaan distribusi bertujuan untuk
saling memberi manfaat dan menguntungkan satu sama lain. Secara umum, Islam
mengarahkan mekanisme muamalah antara produsen dan konsumen agar tidak ada
pihak yang merasa dirugikan. Apabila terjadi ketidakseimbangan distribusi
kekayaan, maka hal ini akan memicu timbulnya konflik individu maupun sosial.
2.5.Peran negara dalam distribusi pendapatan
Islam
mengakui adanya kepemilikan individu dan setiap orang bebas mengoptimalkan kreativitasnya
serta memberi otoritas kepada pemiliknya sesuai dengan batasan yang ditetapkan Allah. Namun kebebasan yang diberikan itu terkadang
disalahgunakan oleh sebagian orang misalnya dalam bentuk: pengambilan riba, perilaku monopoli, dan aktivitas yang sejenisnya. Jika
aktivitas seperti ini terjadi maka pemimpin negara diperbolehkan melakukan
intervensi seperlunya. Tujuannya adalah untuk menghentikan perilaku yang mengancam hak dan
kesejahteraan
hidup masyarakat.[7] Menurut An-Nabahani dalam
Muhammad, dikatakan bahwa tugas-tugas pemerintah dalam perekonomian dibagi menjadi tiga,
yaitu:[8]
(1) mengawasi faktor utama penggerak ekonomi;
(2) menghentikan mu'amalah yang diharamkan; dan
(3) mematok harga kalau diperlukan.
Pemerintah
harus mengawasi gerak perekonomian seperti dalam aktivitas produksi dan distribusi
barang, praktek yang tidak benar sepert: penimbunan terhadap bahan pokok yang
sangat diperlukan masyarakat, monopoli dan tindakan mempermainkan harga untuk menjaga kemaslahatan bersama. Pematokan harga pada
mulanya diharamkan. Karena kondisi penjual saat itu pada posisi lemah yang berbeda
dengan keadaan saat
ini. Di mana seorang penjual dapat berbuat apa saja. Oleh karena itu peran pemerintah untuk mematok harga
suatu komoditas tertentu diperbolehkan atau bahkan menjadi wajib. Sebab untuk
menciptakan keadilan dan
kemaslahan bersama.
Dalam
kaitan ini Qardhawi dalam Muhammad menegaskan bahwa tugas negara adalah
berupaya untuk menegakkan kewajiban dan keharusan mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan khususnya
dosa besar, seperti: riba, perampasan hak, pencurian dan kedzaliman kaum kuat terhadap lemah.
Pernyataan ini mengandung maksud, bahwa negara bertugas untuk menetapkan aturan
atau undang-undang berdasarkan nilai dan moral ke dalam praktek nyata serta mendirikan institusi (lembaga) untuk menjaga serta memantau pelaksanaan
kewajiban masyarakat dan menghukum orang yang melanggar dan melalaikan
kewajibannya. Pemerintah harus dapat menghapuskan kemiskinan minimal mengurangi jumlah penduduk yang miskin.[9]
Demikian
pula negara harus dapat meningkatkan aktivitas bisnis dan mencegah terjadinya eksploitasi terhadap
pihak tertentu dalam masyarakat. Menurut Mannan dalam Muhammad, kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan
distribusi pendapatan adalah kebijakan fiskal dan anggaran belanja. Kebijakan tersebut bertujuan
untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan pada distribusi kekayaan yang
berimbang dengan menempatkan
nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.[10] Kebijakan fiskal dianggap sebagai alat untuk mencapai pemerataan kekayaan negara yang mekanismenya
harus berdasarkan nilai dan prinsip hukum dalam al-Qur'an. Kegiatan yang menambah
penghasilan negara
harus digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu berdasaran hukum Allah yang melarang
penumpukkan kekayaan di antara segolongan kecil masyarakat. Kebijakan tersebut
diharapkan dapat mendukung
fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi dalam suatu negara.
Peran
pemerintah dalam distribusi pendapatan baik ditinjau dari segi kapitalis maupun Islam
dapat dibuat
suatu perbandingan bahwa kebijakan pemerintah yang berkaitan secara langsung berhubungan dengan
penciptaan nilai mata uang serta menentukan harga agar tidak terjadi inflasi. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh
sistem kapitalis digunakar sebagai
sumber utama penerimaan negara yang dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pemerintahan serta membiayai
pembangunan dan mengatur kegiatan
ekonomi dalam rangka mewujudkan keadilan dan pemerataan pendapatan. Islam menggunakan dana yang
diperoleh dari pajak hanya untuk
pengeluaran yang penting dan harus didistribusikan kembali kepada masyarakat dengan jalan yang benar dan
jujur. Islam melarang pejabat
pemerintah untuk menggunakan fasilitas negara bagi diri dan keluarganya kecuali dalam rangka tugas
pemerintahan.[11]
Dalam
kebijakan fiskal menurut Islam, selain pajak dikenal pula zakat yang merupakan salah satu inti
ajaran Islam. Islam menentukan infak dan mewajibkan zakat kepada orang kaya. Zakat
merupakan sarana penyucian
diri dan harta karena pada dasarnya dalam harta manusia terdapat hak orang lain yang harus
diberikan. Negara berhak mengumpulkan zakat dan menyalurkann. kepada yang berhak
menerimana serta
memaksa siapa saja yang tidak mau mengeluarkan zakat dan mengingatkan para wajib zakat. Untuk melakukan tugas tersebut,
negara dapat membuat undang-undang dan membentuk lembaga yang bertugas
mengurus masalah tersebut dan juga
harus memegang amanah (mengelola zakat) dan menvarnpaikannya kepada yang berhak serta mencegah semua
bentuk kezalimar dan praktek yang dilarang
oleh Islam seperti: penimbunan, mempermainkan
harga dan perilaku pemborosan.[12]
Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam Islam negara berhak menarik pajak dan disalurkan
kembali berupa fasilitas dari pajak dan hanya dalam rangka tugas pemerintahan. Demikian pula negara dapat mengelola dan
menyalurkan zakat, sehingga dengan demikian negara dapat berperan sebagai agen yang
efektif yang mampu rnenerapkan
aturan-aturan dalam al-Qur'an dan al-Hadits serta pedapat ulama yang berhubungan dengan prinsip-prinsip distribusi pendapatan.
BAB 3
PENUTUPAN
3.1. KESIMPULAN
Distribusi adalah suatu proses
pembagian (sebagaian hasil penjualan produk) kepada faktor-faktor produksi yang
ikut menentukan pendapatan.distribusi pendapatan merupakan permasalahan yang
sangat rumit hingga saat ini masih sering dijadikan bahan perdebatan antara
ahli ekonomi karena tidaksamanya persepsi distribusi antara perekonomian
kapitalis,sosialis yang hingga saat ini belum bisa memberikan solusi yang adil
dan merata terhadap masalah pendistribusian pendapatan dalam masyarakat.untuk
itu islam datang memberikan prinsip dasar distribusi kekayaan dan pendapatan.
Semua pribadi dalam masyarakat harus memperoleh jaminan atas kehidupan yang
layak. Atas dasar dapat kita lihat beberapa tujuan ekonomi islam yaitu sebagai
berikut:
1. Islam menjamin kehidupan tiap pribadi rakyat serta
menjamin masyarakat agar tetap sebagai sebuah komunitas yang mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya.
2. Islam menjamin kemaslahatan pribadi dan melayani urusan
jamaah, serta menjaga eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup sehingga
mampu memikul tanggung jawab perekonomian negara.
3. Mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir
miskin, serta mengawasi pemanfaatan hak milik umum maupun negara.
4. Memberikan bantuan sosial dan sumbangan berdasarkan jalan
Allah agar tercapai maslahah bagi seluruh masyarakat.
Dalam menjalankan disrtibusi ada
beberapa nilai yang ada diantaranya: Akidah, Moral, Hukum Syariah, dan
Keadilan.
Dalam persoalan distribusi kekayaan
yang muncul, islam melalui sistem ekonomi islam menetapkan bahwa berbagai
mekanisme tertentu yang digunakan untuk mengatasi persoalan distribusi.
Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi islam secara garis besar
dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu: mekanisme ekonomi dan
mekanisme nonekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Bilson Simamora, Panduan Riset
Perilaku Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008)
Rivai,
Veithzal. Andi, Buchari. 2009. Islamic
Economics: Ekonomi Syariah bukan opsi, tetapi solusi. Jakarta: PT.Bumi
Aksara
Muhammad. 2004. Ekonomi Mikro Dalam Persfektif Islam.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Anwar, Deky. 2014. Ekonomi Mikro Islam. Palembang: Noer Fikri Offset
[1]
Bilson
Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008),
3-4
[4] Rivai, Veithzal. Andi, Buchari. 2009. Islamic Economics: Ekonomi Syariah bukan
opsi, tetapi solusi. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Hal. 88
[6] Rivai, Veithzal. Andi, Buchari. 2009. Islamic Economics... Hal. 130
[7] Muhammad. 2004. Ekonomi Mikro Dalam Persfektif Islam. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Hal. 320
[8] Muhammad. 2004. Ekonomi Mikro Dalam... Hal. 320
[11] Anwar, Deky. 2014. Ekonomi Mikro
Islam. Palembang: Noer Fikri Offset. Hal. 246.
Komentar
Posting Komentar