perekonomian pada masa khulafa'urasyidin
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Setelah wafatnya
Rasulullah SAW, pemerintahan diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin yaitu
khalifah-khalifah yang diberi petunjuk dan dipilih sebagai kepala Negara dan
pemerintahan sekaligus sebagai pemimpin umat Islam. Sahabat Rasulullah SAW yang
menjadi Khulafaur Rasyidin ada empat orang, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar
bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Masa Khulafaur Rasyidin yang lamanya tidak lebih dari tiga puluh tahun,
dimulai sejak tahun 11-41 H/632-661 M. Keempat khalifah ini meneruskan perjuangan Rasulullah
SAW dengan cara dan gaya yang berbeda-beda. Mengenai kebijakan di bidang
ekonominya pun, keempat khalifah ini memiliki langkah yang berbeda pula. Pada
masa Khulafaur Rasyidin ini, sistem ekonomi yang telah terbentuk berkembang
lebih jauh dan menemukan bentuk yang ideal. Tidak sekedar teori, namun sudah
berimplikasi besar terhadap pengembangan Islam.
Oleh sebab itu,
makalah ini akan membahas mengenai bagaimana para Khulafaur Rasyidin menerapkan
sistem ekonomin dalam masa pemerintahan masing-masing yaitu sistem ekonomi masa
Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib. Tujuannya supaya para pembaca dapat mengidentifikasi apa saja hal yang
menjadikan sistem ekonomi pada masa ini dapat berkembang begitu pesat. Selain
itu, dapat pula menjadi salah satu acuan untuk mengembangkan sistem ekonomi
pada masa sekarang.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Perekonomian pada Masa Abu Bakar As-shiddiq ?
2.
Bagaimana
Perekonomian pada Masa Umar bin Khattab ?
3.
Bagaimana
Perekonomian pada Masa Utsman bin Affan ?
4.
Bagaimana
Perekonomian pada Masa Ali bin Abi Thalib ?
PEMBAHASAN
2.1
Perekonomian pada Masa Abu Bakar As-shid diq
Setelah Rasulullah saw wafat, Abu Bakar
As-Shiddiq yang bernama lengkap Abdullah ibn Abu Quhafah Al-Tamimi terpilih
sebagai khalifah yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala
negara kaum muslimin. Selama masa pemerintahannya Abu Bakar banyak menghadapi
persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu, dan
orang-orang yang menolak membayar zakat kepada negara. Berdasarkan hasil
musyawarah dengan para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi
kelompok tersebut melalui apa yang disebut sebagai perang Riddah (perang
melawan kemurtadan). Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu
Bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi
dan Persia yang selalu mengancam kedudukan umat Islam. Namun, ia meninggal
dunia sebelum usaha ini selesai dilakukan.[1]
Sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar
tinggal di Sikh yang terletak di pinggir kota Madina tempat Baitul Mal
dibangun. Abu Ubaida ditunjuk sebagai penanggungjawab Baitul Mal. Setelah 6
bulan, Abu Bakar pindah ke Madinah dan bersamaan dengan itu sebuah rumah
dibangun untuk baitul mal. Sistem pendistribuan yang lama tetap dilanjutkan
sehingga pada saat wafatnya hanya satu dirham yang yang tersisa dalam pembendaharaan
keuangan.
Sewaktu memberikan sambutan selaku khalifah
terpilih, Abu Bakar menunjukkan rasa tanggungjawabnya terhadap rakyat. Menurut
Siti Aisyah, ketika Abu Bakar terpilih beliau berkata “umatku telah mengetahui
yang sebenarnya bahwa hasil perdagangan saya tidak mencukupi kebutuhan
keluarga, tapi sekarang saya dipekerjakan untuk mengurus kaum muslimin”[2]
sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan menggunakan
harta baitul mal. Menurut beberapa keterangan, ia diperbolehkan untuk
mengambil dua setengah atau tiga per empat dirham setiap harinya dari
baitul mal dengan tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa,
setelah berjalan beberapa waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi.
Oleh karena itu, tunjangan Abu Bakar ditambah menjadi 2000 atau 2500 dirham,
menurut riwayat lain 6000 dirham per tahun.
Namun demikian, beberapa waktu menjelang
ajalnya, abu Bakar banyak menemui kesulitan dalam mengumpulkan pendapatan
negara sehingga ia menanyakan berapa banyak upah atau gaji yang telah
diterimanya. Ketika diberitahukan bahwa jumlah tunjangannya sebesar 8000
dirham, ia langsung memerintahkan untuk menjual sebagian besar tanah yang
dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya diberikan kepada negara. Di samping
itu, Abu Bakar juga menanyakan lebih jauh mengenai berapa banyak fasilitas yang
telah dinikmatinya selama menjadi khalifah. Ketika diberitahu
fasilitas yang diberikan kepadanya berupa seorang budak yang bertugas
memelihara anak-anaknya dan membersihkan pedang-pedang milik kaum muslimin,
seekor unta pembawa air dan sehelai pakaian biasa, ia segera menginstruksikan
untuk mengalihkan semua fasilitas tersebut kepada pemimpin berikutnya nanti.
Pada saat diangkat sebagai khalifah dan mengetahui hal ini, Umar berkata “Wahai
abu bakar, engkau telah membuat tugas penggantimu ini menjadi sangat sulit”.
Abu Bakar As-shiddiq juga melaksanakan
kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum
muslimin dan sebagian tetap menjadi tanggungan negara. Disamping itu, ia juga
mengambil alih tanah-tanah dari orang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan
demi kepentingan umat Islam secara keseluruhan.
Sedangkan dalam mendistribusikan harta
Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yakni
memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah saw. Dan tidak
membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam dengan
sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria
dengan wanita. Menurutrutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah swt yang akan
memeberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip
kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.
Dengan demikian, selama masa pemerintaha
Abu Bakar As-Shiddiq, harta baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu
yang lama karena langsung disistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan
ketika Abu bakar As-Shiddiq wafat hanya ditemukan satu dirham dalam
pembendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari
hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin
mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam
kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand
dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan
nasional, disamping memeperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya
dengan yang miskin.[3]
Abu Bakar meninggal pada 13 Hijrah atau 13
Agustus 634 Masehi dalam usia 63 tahun, dan kekhalifahannya berlangsung selama
dua tahun tiga bulan sebelas hari. Jenazah Abu Bakar dikubur disamping
Rasulullah saw.[4]
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat islam,
khalifah Abu bakar as shidiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti
yang telah di praktikan oleh Rasulullah :
1. Perhatian yang besar terhadap keakuratan penghitungan
zakat
2. Melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan
3. Mengambil alih tanah-tanah dari orang murtad untuk
dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam
4. Distribusi harta Baitul Mal menerapkan prinsip
kesamarataan, dengan begitu selama pemerintahan Abu bakar As Shidiq harta di
Baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu lama karena langsung di
distribusikan kepada kaum muslim
2.2
Perekonomian pada Masa Umar bin Khattab
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya
perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, Abu Bakar As-shiddiq
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang calon penggantinya.
Berdasarkan hasil musyawarah tersebut, ia menunjuk Umar bin Khattab sebagai khalifah
Islam yang kedua. Setelah diangkat sebagai khalifah, Umar bin Khattab
memperkenalkan isltilah Amir al-Mu’minin (komandan orang-orang yang beriman).
Pada masa pemerintahnnya yang berlangsung
selama sepuluh tahun, Umar bin Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah
Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah kerajaan Romawi (Syiria,
Palestina dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk Irak.
Atas keberhasilannya tersebut, orang-orang barat menjuluki Umar bin Khattab
sebagai the saint paul of Islam.[5]
1.
Pendirian baitul mal
Kontribusi terbesar Umar bin Khattab adala membentuk perangkat administrasi
yang baik untuk menjalankan roda pemerintahan yang besar. Ie mendirikan
institusi administrasi yang hamper tidak mungkin dilakukan pada abad ketujuh
sesudah masehi. Pada tahun 16 Hijriah, Abu Hurairah, Amil Bahrain mengunjungi
Madinah dan membawa 500.000 dirham kharaj. Itu adalah jumlah yang besar
sehingga khalifah mengadakan pertemuan dengan majlis syura untuk menanyai
pendapat mereka dan kemudian diputuskan bersama bahwa jumlah tersebut tidak
untuk didistribusikan melainkan untuk disimpan sebagai cadangan darurat
membiayai angkatan perang dan kebutuhan lainnya untuk umat. Untuk menimpan dana
tersebut, baitul mal yang regular dan permanen didirikan untuk pertama kalinya
di ibukota kemudian dibangun cabang-cabang dan di ibukota propinsi. Abdulah bin
Arqam ditunjuk sebagai pengurus Baitul mal besama asistennya. Setelah
menaklukan Syiria Sawad dan Mesir, penghasilan baitul mal meningkat, kharaj
dan sawad mencapai seratus juta dinar, dari mesir dua juta dinar.
Bersamaan dengan
reorganisasi baitul mal, Umar mendirikan Diwan Islam yang terman yang disebut al-divan.
Sebenarnya al-divan adalah sebuah kantor yang ditujukan untuk membayar
tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pension serta tunjangan lainnya dalam
basis yang regular dan tepat. Khalifah Umar juga menunjukan sebuah komite
yang terdiri dari nassab ternama untuk membuat laporan sensus penduduk
Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya. Laporan tersebut
disusun an dengan urutan sebagai berikut: pertama, orang-rang yang
mempunnyai hubungan dengan Nabi;kedua, mereka yang ikut dalam perang
badar dan uhud; ketiga, imigran ke Abyssinia dan Madinah; keempat,
mereka yang bertarung dalam qadisiyyah atau yang hadir dalam sumpah hudaibiyah.
Orang-orang
Mekah diberi tunjangan 800 dirham, warga Madinah 25 dinar, muslim di Yaman,
Syiria dan Iraq 200 sampai 3000 dirham, anak yang baru hair dan yang tidak
diakui masing-masing 100 dirham. Tambahan pension untuk kaum muslim adalah
gandum, minyak, madu dan cuka dalam jumlah yang tetap.
2.
Kepemilikan tanah
Sepanjang pemerintahan Umar, banyak daerah yang ditaklukan memlalui perjanjian
damai, penaklukan ini memunculkan banyak masalah baru. Pertanyaannya adalah
bagaimana mengumumkan kebihakan Negara tentang kepemilikan tanah yang
ditaklukan.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut Umar bin Khattab menerapkan
beberapa peraturan-peraturan sebagai berikut :
a.
Wilayah Iraq yang ditaklukan dengan
kekuatan, menjadi milik muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat,
sedangkan bagian yang berbeda di bawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh
pemilik sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan.
b.
Kharaj dibebankan pada semua tanah yang
berada ddi bawah kategori pertama, meskipun pemilik tersebut kemudian memeluk
agama islam. Dengan demikian tanah seperti itu tidak dapat dikonversikan
menjadi tanah Ushr.
c.
Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan,
sepanjang mereka membayar kharaj dan jizya.
d.
Sisa tanah yang tidak ditempati atau
ditanami (tanah mati ) atau tanah yang diklaim kembali (seperti basra) bila
ditanami oleh muslim diperlakukan sebagai tanah Ushr.
e.
Di sawad, kharaj dibebankan sebesar satu
dirham gandum fan barley (jenis gandum), dengan anggapan tanah tersebut dapat
dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah (renpah atau
cengkeh) dan perkebunan,
f.
Perjanjian damaskus (Syria) menetapkan
pembayaran tunai, pembagian tanah dengan muslim. Beban per kepala sebesar satu
dinar.[6]
3.
Zakat
Kegiatan berternak dan memperdagangkan kuda dilakukan secara besar-besaran
di Syria dan di berbagai wilayah kekuasaan Islam lainnya. Beberapa kuda
mempunyai nilai jual yang tinggi, bahkan pernah diriwayatkan bahwa seekor kuda
arab taghlabi diperkirakan bernilai 20.000 dirham dan orang-orang Islam
terlibat dalam perdagangan ini. Kemudian mereka mengusulkan kepada khalifah
agar ditetapkan kawajiban zakat, tetapi permintaan tersebut tidak dikabulkan.
Kemudian gubernur menulis surat kepada khalifah dan khalifah Umar menanggapinya
dengan sebuah intruksi agar gubernur menarik zakat dari mereka dan
mendistribusikannya kepada para fakir miskin serta budak-budak. Sejak itu, kuda
ditetapkan sebesar satu dinar atau satu dirham untuk setiap empat puluh dirham.[7]
4.
Ushr
Sebelum Islam datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan
biasa membayar pajak (‘ush) jual-beli (maqs). Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau satu dirham untuk setiap transaksi. Namun, setelah Islam hadir dan menjadi
sebuah negara yang berdaulat di Semenanjung Arab, Nabi mengambil inisiatif
untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapus bea masuk antar provinsi
yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang
ditandatangani olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada kekuasaannya. Secara jelas dikatakan bahwa pembebanan
sepersepuluh hasil pertanian kepada pedagang manbij (Hierapolis) dikatakan
sebagai yang pertama dalam masa Umar.
5.
Sedekah non muslim
Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah
atas ternaknya kecuali orang Kristen Bani Taghlib yang keseluruhan
kekayaannya terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Umar mengenakan jizyah kepada
ahli kitab Bani Taghlib , tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak
membayar jizyah dan malah membayar sedekah. Nu'man ibn Zuhra
memberikan alasan untuk kasus mereka dengan mengatakan bahwa pada dasarnya
tidak bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan seharusnya keberanian
mereka menjadi aset negara. Umar menerima sedekah 2 kali lipat dengan
syarat mereka tidak boleh membaptis seorang anak atau memaksanya menerima kepercayaan mereka.
6.
Mata uang
Pada masa Nabi dan sepanjang masa pemerintahan khulafaur rasyidin, koin
mata uang dengan berbagai bobot telah dikenalkan di jazirah Arab, seperti
dinar, sebuah koin emas dan dirham, sebagai koin perak.
7.
Klasifikasi dan alokasi pendapatan Negara
Pada periode awal Islam, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
pendapatan Negara adalah mendistribusikan semua pendapatan yang diterima.
Kebijakan tersebut berubah pada masa Umar. Pada saat itu pendapatan meningkat
tajam dan baitul mal didirikan secara permanen di pusaat kota dan ibukota
provinsi.
C.
Perekonomian pada Masa Utsman bin Affan
Usman
bin Affan atau Usman bin Affan bin Abi AL-As bin Umayah bin Umawy Al-Qurasyi,
dipanggil Abu Abdullah dan bergelar Zu Al-Nurain (pemilik dua cahaya), karena
mengawini dua putri Rasulullah SAW, Ruqayah dan Ummu Kulsum. Usman bin Affan
dilahirkan di Mekah.[8]
Usman
bin Affan adalah seorang yang jujur dan saleh, tetapi sangat tua dan lemah
lembut. Dia adalah salah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat
Nabi.
Berbeda
halnya dengan Abu Bakar As-Shiddiq dalam menentukan calon penggantinya,
khalifah Umar ibn Al-Khattab membentuk sebuah tim tim yang terdiri dari enam
orang sahabat, yaitu Ustman bin Affan,Ali bin Abi Thalib,Thalhah,Zubair bin
Al-Awwam,Sa’ad bin Abi Waqqas dan Abdurrahman bin Auf. Ia meminta kepada tim
tersebut untuk memilih salah seorang di antara mereka sebagai penggantinya.
Setelah Umar bin Al Khattab wafat, tim ini melakukan musyawarah dan berhasil
menunjuk Utsman bin Affan sebagai Khalifah Islam ketiga setelah melalui
persaingan ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
Pada masa pemerintahannya
yang berlangsung selama 12 tahun. Khalifah Usman bin Affan berhasil melakukan
ekspansi ke wilayah Armenia, Cyprus, Rhodes dan bagian yang tersisa dari
Persia, Transoxania, dan Tabaristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan di
daerah Khurasan dan Iskandariyah.
Pada
enam tahun pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistan
ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lam
setelah Negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan efektif
diterapkan dalam rangka pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan
dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan
cara pembentukan organisasi kepolisian tetap. Khalifah Usman bin Affan
tidak mengambil upah kantornya. Sebaliknya dia meringankan beban Negara. Hal
ini menimbulkan kesalahpahaman antara khalifah dan Abdul bin Arqam, salah
seorang sahabat Nabi yang terkemuka yang berwenang melaksanakan kegiatan Baitul
Mal. Dilaporkan bahwa untuk mengamankan zakat dari gangguan dan masalah dalam
pemeriksaaan kekayaan yang tidak jelas oleh bebebrapa pengumpul yang nakal,
Usman mendelagasikan kewenangan kepada pemilik untuk menaksir kepemilikannya
sendiri. Dalam hubungannya dengan zakat dalam sambutan Ramadhan biasanya dia
mengatakan, “ Lihat bulan pembayaran zakat telah tiba. Barang siapa memiliki
properti dan utang, biarkan dia untuk mengurangi dari apa yang dia miliki, apa
yang dia utang dan membayar zakat untuk properti yang masih tersisa.”
Tabir
menyebutkan ketika menjadi khalifah, Usman menaikkan pensiunan sebesar seratus
dirham, tetapi tidak ada rinciannya. Dia juga menambah santunan dengan pakaian. Selain
itu ia memperkenalkan kebiasaan membagikan makanan di masjid untuk orang-orang
menderita, pengembara dan orang miskin.
Untuk
meningkatkan pengeluaran pertahanan dan perlautan, meningkatkan dana pension,
dan pembangunan berbagai wilayah taklukan baru, Negara membutuhkan dana
tambahan. Oleh, karena itu khalifah Usman bin Affan membuat beberapa perubahan
administrasi tingkat atas dan mengganti Gubernur. Ada dialog yang sangat
terkenal dalam sejarah antara Usman dan Amr berkaitan dengan strukturalisasi
ini. “kharaj dan jizya yang ditingkatkan Amr dari Mesir berjumlah satu juta
dinar, tetapi dinaikkan oleh Abdullah bin Sa’ad menjadi empat juta. Ketika
Usman menegur ucapan Amr, ‘setelah unta perahan anda menghasilkan susu lebih.’
Amr membalas, ‘ hal ini karena dia menguruskan yang muda.”
Pada
saat berbagai utusan dari Kufah, Basrah, dan Mesir datang menemui Usman untuk
mendesak khalifah agar memecat para gubernurnya yang notabennya adalah
kerabat-kerabat sendiri, tetapi Usman menolak. Mereka kemudian mengepung rumah
Usman dan menuntut pengunduran diri, Usman juga menolak. Pengepungan terus
berjalan sampai beberapa hari. Sebagian di antara mereka memaksa masuk ke dalam
rumah untuk kemudian membunuhnya. Ini terjadi pada bulan Dzulhijjah 35 H atau
17 juni 656 M, pada waktu berumur 82 tahun dan kekhalifahannya berlangsung
selama 12 tahun kurang 12 hari. Jenazahnya dimakamkan di Baqi’ waktu malam
hari.
D.
Perekonomian pada Masa Ali bin Abi Thalib
Ali
bin Abi Thalib yang kunniyatnya adalah Abul Hasan dilahirkan pada tahun Gajah
ke-13. Ali keponakan Rasulullah saw dan dari suku Bani Hasyim , yang dipercaya
menjadi penjaga tempat suci ka’bah. Ali menikah dengan putri Rasulullah Fatimah
az-Zahra dikaruniai dua putra Hasan dan Husein.Setelah diangkat sebagai
khalifah Islam keempat oleh segenap kaum Muslimin, Ali ibn Abi Thalib langsung
mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korupsi,
membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang
kesayangan ustman, dan mendistribusikan pendapat pajak tahunan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan Umar ibn Al-Khattab.[9]
Masa
pemerintahan Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang hanya berlangsung selama enam
tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Ia harus
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair ibn Al-Awwam, dan Aisyah yang menuntut
kematian Ustman ibn Affan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya
menimbulkan api permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh
Muawiyah ibn Abi Sofyan. Pemberontakan juga datang dari golongan Khawarij,
mantan pendukung Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang kecewa terhadap keputusan
tahkim pada perang Shiffin.
Sekalipun
demikian, Khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap beruaha untuk melaksanakan berbagai
kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat islam. Menurut
sebuah riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima dana
bantuan Baitul Mal, bahkan menurut riwayat yang lain , Ali memberikan sumbangan
sebesar 5000 dirham setiap tahun. Apapun faktanya, kehidupan Ali sangat
sederhana dan sangat ketat dalam membelanjakan keuangan negara. Dalam sebuah
riwayat, saudaranya yang bernama Aqil pernah menandatangani Khalifah Ali bin
Abi Thalib untuk meminta bantuan keuangan dari dana Baitul Mal. Namun, Ali
menolak permintaan tersebut. Dalam riwayat yang lain, Khalifah Ali diberitakan
pernah memenjarakan Gubernur Ray yang dianggapnya telah melakukan tindak pidana
korupsi.
Selama
masa Pemerintahanya , Khalifah Ali ib Abi Thalib menetapkan pajak terhadap para
pemilik hutan sebesar 4000 diham dan mengizinkan Ibnu Abbas, Gubernur Kuffah,
memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu
masakan.
Seperti
yang telah disinggung , Ali tidak menghadiri pertemuan Majelis Syuro di Jabiya
yang diadakan oleh khalifah umar untuk memusyawarahkan beberapa hal penting
yang berkaitan dengan status tanah-tanah taklukan. Pertemuan itu menyepakati
untuk tidak mendistribusikan seluruh pendapatan Baitul Mal, tetapi menyimpan
sebagian sebagai cadangan. Ali menolak seluruh hasil pertemuan tersebut. Oleh
karena itu, ketika menjabat sebagai khalifah , Ali mendistribusikan seluruh
pendapat dan provisi yang ada di Baitul Mal Madinah, Basrah dan Kufah. Ali
ingin mendistribusikan harta Baitul Mal yang ada di Sawad, namun urung
dilaksanakan demi menghindari terjadinya perselisihan diantara kaum muslimin.
Pada
masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib , prinsip utama dari pemerataan distribusi
uang rakyat telah diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk
pertama kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari
pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada hari sabtu
dimulai penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut
pandang hukum dan kondisi negara yang sedang berada dalam masa-masa transisi.
Khalifah Ali meningkatkan tunjangan bagi para pengikutnya di Irak.
Khalifah Ali memiliki
konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah-masalah
yang berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal
yang ditujukan kepada Malik Asther bin Harits. Surat yang panjang tersebut antara
lain mendeskripsikan tugas , kewajiban serta tanggung jawab para penguasa dalam
mengatur berbagai prioritas pelaksanaan dispensasi keadilan serta pengawasan
terhadap para pejabat tinggi dan staf-stafnya, menjelaskan kelebihan dan
kekurangan para jaksa, hakim, dan abdi hukum lainnya, menguraikan pendapat
pegawai administrasi dan pengadaan bendahara. Surat ini menjelaskan bagaimana
berhubungan dengan masyarakat sipil , lembaga peradilan dan angkatan
perang. Ali menekankan Malik agar lebih memerhatikan kesejahteraan para
prajurit dan keluarga mereka dan diharapkan berkomunikasi langsung dengan
masyarakat melalui pertemuan terbuka, terutama dengan orang-orang miskin,
orang-orang yang teraniaya dan para penyandang cacat. Dalam surat tersebut,
juga terdapat instruksi untuk melawan korupsi dan penindasan, mengontrol pasar,
dan memberantas para tukang catut laba, penimbun barang dan pasar gelap.
Singkatnya, surat itu menggambarkan kebijakan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang
ternyata konsep-konsepnya tersebut dikutip secara luas dalam administrasi
publik.[10]
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
pada masa pemerintahan khulafa’urrasyiddin yaitu Abu bakar, Utsmah bin affan,
Ali bin abi thalib serta Umar bin khattab mengalami kemajuan dalam pemerintahan
mereka terutama dalam bidang perekonomian.
1.
Abu
Bakar As-siddiq RA
a.
Pada
masa pemerintahannya Abu Bakar As-siddiq menghadapi banyak persoalan dalam
negri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu . dan orang-orang yang menolak
untuk membayar zakat kepada negara.
b.
Beberapa
waktu sebelum ia meninggal abu bakar kembali mengalami banyak kesulitan dalam
mengumpulkan pendapatan negara, sehingga ia memeberikan seluru upah dan gajinya
untuk negara. Begitu juga dengan beberapa hektar tanah yang dimilikinya.
c.
Distribusi
harta baitul mal memeakai prinsip kesamarataan.[11]
2.
Umar
Bin Khattab Ra
a.
Setelah
diangkat menjadi khalifah, Umar Bin Khattab memperkenalkan dirinya sebagai
istilah Amir Al-Mu’min.[12]
b.
Masa
pemerintahannya berlangsung selama sepuluh tahun. Pada masa pemerintahannya ia
mengurus permasalahan yang mencangkup permasalahan di Baitul mal, kepemilikan
tanah, zakat, ushr,sedekah non muslim, mata uang, sertaklasifikasi dan alokasi
pendapatan negara.
3.
Ustman
bin Affan
a.
Ustman
bin Affan adalah seorang yang jujur dan shaleh, tapi sangat tua dan lemah
lembut.dan ia termasuk salah seorang yang terkaya diantara sahabat nabi.
b.
Pada masa pemerintahannya , Utsman menaikkan
pensiunan sebesar setaus dirham, tetapi tanpa rincian.Ia juga menambah santunan
dengan pakaian selain itu memperkenalkan kebiasaan membagikan makanandimasjid
untuk orang-orang menderita, pengembara dan orang miskin.
4.
Ali
bin Abi Thalib
a.
Masa
pemerintahannya hanya berlangsung selama enam tahun dan selalu diwarnai dengan
ketidakstabilan kehidupan politik.
b.
Selama
pemerintakannya khalifah Ali bin Abi Thalib menetapkan pajak kepada pemilik
hutan besar sebesar 4000 dirhan dan mengizinkan Ibn Abbas, gubernur Khuffah,
memungut zakat terhadap sayuran segaryang akan digunakan sebagai bumbu masakan.
c.
Khalifah
Ali memiliki konsep yang sangat jelas tentang pemerintahan, administrasi umum
dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya.
Daftar Pustaka
Adiwarman
Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Edisi Ketiga, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2012)
Heri
Sudarsono, Konsep Ekonomi islam Pengantar, Ekosinia, Yogyakarta: 2002
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, The
International Institute of Islamic Thought (IIIT), Jakarta, 2002
[1]
Adiwarman azwar karim,sejarah pemikiran
ekonomi islam, jakarta hal 54-55
[2] Heri
sudarsono,konsep ekonomi islam penghantar Yogyakarta hal 115
[3]
Adi warman Azwar karim, hal 56-58
[4]
Heri Sudarsono, hal 117
[5]
Adi warman azwar karim, hal 58
[6]
Heri sudarsono, hal 119-120
[7]
Adiwarman azwar karim, hal 69
[8]
heri sudarsono, hal 122
[9] Syauqi ahmad dunya, sistem ekonomi islam, jakarta
[11]
Memberikan jumlah yang sama kepada
seluruh sahabat Rasulullah SAW
[12]
Komandan orang-oang yang beriman
Komentar
Posting Komentar