sejarah geografi dalam islam


BAB I
Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
Di antara segi kemukjizatan al-Qur’an adalah adanya beberapa petunjuk yang detail sebagai ilmu pengetahuan umum yang telah ditemukan terlebih dahulu dalam al-Qur’an sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. Teori al-Qur’an itu sama sekali tidak bertentangan dengan teori-teori ilmu pengetahuan modern.
Berdasarkan keyakinan kita, bahwa al-Qur’an yang besar itu bukanlah kitab ilmu alam, arsitek dan fisika, tetapi al-Qur’an adalah kitab petunjuk atau pembimbing dan kitab undang-undang dan perbaikan. Namun demikian, ayat-ayatnya tidak terlepas dari petunjuk-petunjuk yang detail kebenaran-kebenaran yang samar terdapat beberapa masalah alami, kedokteran, dan geografi, yang semuanya menunjukkan kemukjizatan al-Qur’an serta kedudukannya sebagai wahyu dari Allah.

1.2.Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah ilmu geografi dalam islam?
2.      Siapa sajakah ilmuan-ilmuan muslin yang berkontribusi dalam mengkaji ilmu geografi?
3.      Apakah pengertian ilmu Geografi?
4.      Bagaimanakah posisi ilmu geografi dalam Al-qur’an?


1.3.Tujuan
1.      Agar mahasiswi memahami bagaimana sejarah ilmu geografi dimasa kejayaan islam
2.      Agar mahasiswi dapat mengenal tokoh-tokoh ilmuan Geografi
3.      Agar mahasiswi dapat mengetahui posisi ilmu geografi dalam Al-qur’an


BAB 2
Pembahasan
2.1.Sejarah Ilmu Geografi dalam islam
Berkembangnya geografi di dunia Islam dimulai ketika Khalifah Al-Ma’mun yang berkuasa dari tahun 813 hingga 833 M memerintahkan para geografer Muslim untuk mengukur kembali jarak bumi. Islam mendorong umatnya untuk membuka pikiran dan cakrawala. Allah SWT berfirman:
 Sungguh telah berlaku sunnah Allah SWT (hukum Allah SWT) maka berjalanlah kamu di muka bumi dan lihatlah bagaimana akibat (perbuatan) orangorang mendustakan ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-Imran: 137).
Perintah ini telah membuat umat Islam di abad-abad pertama berupaya untuk melakukan ekspansi serta ekspedisi. Selain dilandasi faktor ideologi dan politik, ekspansi Islam yang berlangsung begitu cepat itu juga didorong insentif perdagangan yang menguntungkan. Tak pelak umat Islam pun mulai mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menyebarkan agama Allah SWT. Seiring meluasnya ekspansi dan ekspedisi rute-rute perjalanan melalui darat dan laut pun mulai bertambah. Tak heran, jika sejak abad ke-8 M, kawasan Mediterania telah menjadi jalur utama Muslim. Jalur-jalur laut dan darat yang sangat sering digunakan akhirnya menghubungkan seluruh wilayah Muslim yang berkembang mencapai India, Asia Tenggara, dan Cina meluas ke utara dari Sungai Volga hingga Skandinavia dan menjangkau jauh ke pedalaman Afrika.
Ekspansi dan ekspedisi di abad-abad itu mendorong para sarjana dan penjelajah Muslim untuk mengembangkan geografi atau ilmu bumi. Di era kekhalifahan, geografi mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan geografi yang ditandai dengan ditemukannya peta dunia serta jalur-jalur perjalanan di dunia Muslim itu ditopang sejumlah faktor pendukung. Era keemasan Islam, perkembangan astronomi Islam, penerjemahan naskah-naskah kuno ke dalam bahasa Arab serta meningkatnya ekspansi perdagangan dan kewajiban menunaikan ibadah haji merupakan sejumlah faktor yang mendukung berkembangnya geografi di dunia Islam. Tak pelak, Islam banyak memberi kontribusi bagi pengembangan geografi.
Umat Islam memang bukan yang pertama mengembangkan dan menguasai geografi. Ilmu bumi pertama kali dikenal bangsa Yunani adalah bangsa yang pertama dikenal secara aktif menjelajahi geografi. Beberapa tokoh Yunani yang berjasa mengeksplorasi geografi sebagai ilmu dan filosofi antara lain; Thales dari Miletus, Herodotus, Eratosthenes, Hipparchus, Aristotle, Dicaearchus dari Messana, Strabo, dan Ptolemy.
Selain itu, bangsa Romawi juga turut memberi sumbangan pada pemetaan karena mereka banyak menjelajahi negeri dan menambahkan teknik baru. Salah satu tekniknya adalah periplus, deskripsi pada pelabuhan, dan daratan sepanjang garis pantai yang bisa dilihat pelaut di lepas pantai.

Selepas Romawi jatuh, Barat dicengkeram dalam era kegelapan. Perkembangan ilmu pengetahuan justru mulai berkembang pesat di Timur Tengah. Geografi mulai berkembang pesat pada era Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Ketika itu, Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Mamun berkuasa, mereka mendorong para sarjana Muslim untuk menerjemahkan naskah-naskah kuno dari Yunani ke dalam bahasa Arab.
Ketertarikan umat Muslim terhadap geografi diawali dengan kegandrungan atas astronomi. Perkembangan di bidang astronomi itu perlahan tapi pasti mulai membawa para sarjana untuk menggeluti ilmu bumi. Umat Islam mulai tertarik mempelajari peta yang dibuat bangsa Yunani dan Romawi. Beberapa naskah penting dari Yunani yang diterjemahkan antara lain; Alemagest dan Geographia.
Berkembangnya geografi di dunia Islam dimulai ketika Khalifah Al- Ma’mun yang berkuasa dari tahun 813 hingga 833 M memerintahkan para geografer Muslim untuk mengukur kembali jarak bumi. Sejak saat itu muncullah istilah mil untuk mengukur jarak. Sedangkan orang Yunani menggunakan istilah stadion. Upaya dan kerja keras para geografer Muslim itu berbuah manis. Umat Islam pun mampu menghitung volume dan keliling bumi. Berbekal keberhasilan itu, Khalifah Al-Mamun memerintahkan para geografer Muslim untuk menciptakan peta bumi yang besar. Adalah Musa Al-Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya mampu membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.
Khawarizmi juga berhasil menulis kitab geografi yang berjudul Surah Al- Ard (Morfologi Bumi) sebuah koreksi terhadap karya Ptolemaeus. Kitab itu menjadi landasan ilmiah bagi geografi Muslim tradisional. Pada abad yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah buku bertajuk ‘Keterangan tentang Bumi yang Berpenghuni’.
Sejak saat itu, geografi pun berkembang pesat. Sejumlah geografer Muslim berhasil melakukan terobosan dan penemuan penting. Di awal abad ke-10 M, secara khusus, Abu Zayd Al-Balkhi yang berasal dari Balkh mendirikan sekolah di kota Baghdad yang secara khusus mengkaji dan membuat peta bumi.
Di abad ke-11 M, seorang geografer termasyhur dari Spanyol, Abu Ubaid Al- Bakri berhasil menulis kitab di bidang geografi, yakni Mu’jam Al-Ista’jam (Eksiklopedi Geografi) dan Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan). Buku pertama berisi nama-nama tempat di Jazirah Arab. Sedangkan yang kedua berisi pemetaan geografis dunia Arab zaman dahulu.
Pada abad ke-12, geografer Muslim, Al-Idrisi berhasil membuat peta dunia. Al-Idrisi yang lahir pada tahun 1100 di Ceuta Spanyol itu juga menulis kitab geografi berjudul Kitab Nazhah Al- Muslak fi Ikhtira Al-Falak (Tempat Orang yang Rindu Menembus Cakrawala). Kitab ini begitu berpengaruh sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Geographia Nubiensis.
Seabad kemudian, dua geografer Muslim yakni, Qutubuddin Asy-Syirazi (1236 M – 1311 M) dan Yaqut Ar-Rumi (1179 M -1229 M) berhasil melakukan terobosan baru. Qutubuddin mampu membuat peta Laut Putih/Laut Tengah yang dihadiahkan kepada Raja Persia. Sedangkan, Yaqut berhasil menulis enam jilid ensiklopedi bertajuk Mu’jam Al-Buldan (Ensiklopedi Negeri-negeri).
Penjelajah Muslim asal Maroko, Ibnu Battuta di abad ke-14 M memberi sumbangan dalam menemukan rute perjalanan baru. Hampir selama 30 tahun, Ibnu Battuta menjelajahi daratan dan mengarungi lautan untuk berkeliling dunia. Penjelajah Muslim lainnya yang mampu mengubah rute perjalanan laut adalah Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok. Dia melakukan ekspedisi sebanyak tujuh kali mulai dari tahun 1405 hingga 1433 M. Dengan menguasai geografi, di era keemasan umat Islam mampu menggenggam dunia.
2.2.Kontribusi Geografer Muslim
Sederet geografer Muslim telah banyak memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu bumi. Al-Kindi diakui begitu berjasa sebagai geografer pertama yang memperkenalkan percobaan ke dalam ilmu bumi. Sedangkan, Al-Biruni didapuk sebagai ‘bapak geodesi’ yang banyak memberi kontribusi terhadap geografi dan juga geologi.
John J O’Connor dan Edmund F Robertson menuliskan pengakuannya terhadap kontribusi Al-Biruni dalam MacTutor History of Mathematics. Menurut mereka, ‘’Al-Biruni telah menyumbangkan kontribusi penting bagi pengembangan geografi dan geodesi. Dialah yang memperkenalkan teknik pengukuran bumi dan jaraknya dengan menggunakan triangulation.’’
Al-Biruni-lah yang menemukan radius bumi mencapai 6.339,6 km. Hingga abad ke-16 M, Barat belum mampu mengukur radius bumi seperti yang dilakukan Al-Biruni. Bapak sejarah sains, George Sarton, juga mengakui kontribusi sarjana Muslim dalam pengembangan geografi dan geologi. ‘’Kita menemukan dalam tulisannya metedo penelitian kimia, sebuah teori tentang pembentukan besi.’’
Salah satu kekhasan yang dikembangkan geografer Muslim adalah munculnya bio-geografi. Hal itu didorong oleh banyaknya orang Arab di era kekhalifahan yang tertarik untuk mendistribusi dan mengklasifikasi tanaman, binatang, dan evolusi kehidupan. Para sarjana Muslim mencoba menganalisis beragam jenis tanaman.



2.3.Geografer muslim diera keemasan
1.      Hisyam Al-Kalbi (abad ke-8 M)
Dia adalah ahli ilmu bumi pertama dalam sejarah Islam. Hisyam begitu populer dengan studinya yang mendalam mengenai kawasan Arab.
2.      Musa Al-Khawarizmi (780 M – 850 M)
Ahli matematika yang juga geografer itu merevisi pandangan Ptolemaues mengenai geografi. Bersama-sama 70 puluh geografer, Al-Khawarizmi membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.
3.      Al-Ya’qubi (wafat 897 M)
Dia menulis buku geografi bertajuk ‘Negeri-negeri’ yang begitu populer dengan studi topografisnya.
4.      Ibn Khordadbeh (820 M – 912 M)
Dia adalah murid Al-Kindi yang mempelajari jalan-jalan di berbagai provinsi secara cermat dan menuangkannya ke dalam buku Al- Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan).
5.      Al-Dinawari (828 M – 898 M)
Geografer Muslim yang juga banyak memberi kontribusi pada perkembangan ilmu geografi.
6.      Hamdani (893 M – 945 M) Geografer Muslim abad ke-9 M yang mendedikasikan dirinya untuk mengembangkan geografi.
7.       Ali al-Masudi (896 M – 956 M)
Nama lengkapnya Abul hasan Ali Al-Ma’sudi. Ia mempelajari faktorfaktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pembentukan batubatuan di bumi dengan orisinalitas yang mencengangkan.
8.      Ahmad ibn Fadlan (abad ke-10 M)
Dia adalah geografer yang menulis ensiklopedia dan kisah perjalanan ke daerah Volga dan Kaspia.


9.      Ahmad ibn Rustah (abad ke-10 M)
Ibnu Rustah merupakan geografer yang menulis ensiklopedia besar mengenai geografi. Al Balkhi Memberikan sumbangan cukup besar dalam pemetaan dunia. Al Kindi Selain terkenal sebagai ahli oseanografi, dia juga seorang ilmuwan multitalenta. Sebagai ahli fisika, optik, metalurgi, bahkan filosofi.
10.   Al Istakhar II dan Ibnu Hawqal (abad ke-10 M)
Memberikan kontribusi besar dalam pemetaan dunia.
11.  Al-Idrisi (1099 M)
Ahli geografi kesohor pada zamannya, yang juga dikenal sebagai ahli zoologi.
12.  Al Baghdadi (1162 M)
Seorang geografer Muslim terkemuka.
13.   Abdul-Leteef Mawaffaq (1162 M)
Selain pakar geografi, dia juga merupakan ahli pengobatan.

2.4.Pengertian Ilmu Geografi
Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaanbumi. Kata geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo ("Bumi") dan graphein ("tulisan", atau "menjelaskan").
Geografi juga merupakan nama judul buku bersejarah pada subjek ini, yang terkenal adalah Geographia tulisan Klaudios Ptolemaios (abad kedua).
Geografi lebih dari sekedar kartografi, studi tentang peta. Geografi tidak hanya menjawab apa dan dimana di atas muka bumi, tapi juga mengapa di situ dan tidak di tempat lainnya, kadang diartikan dengan "lokasi pada ruang." Geografi mempelajari hal ini, baik yang disebabkan oleh alam atau manusia. Juga mempelajari akibat yang disebabkan dari perbedaan yang terjadi itu.
Menurut Eratosthenes, kata "geografika", kata itu berakar dari geo= bumi dan grafika=lukisan atau tulisan. Jadi, kata geografika dalam bahasa Yunani berarti lukisan tentang bumi atau tulisan tentang bumi. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka ahli geografi (geograf) sependapat bahwa Eratosthenes dianggap sebagai peletak dasar pengetahuan geografi.
Istilah geografi juga dikenal dalam berbagai bahasa, seperti geography (inggris), geographie (Prancis), die geographieldie erdkunde (Jerman), geografzel aardrijkskunde (Belanda), dan geographike (Yunani).
Geografi juga merupakan judul buku bersejarah dalam subjek ini, yang terkenal adalah Geographia tulisan Claudius Ptolomeus (abad kedua). Pengertian ini masih bersifat umum dan belum memberikan gambaran yang tepat tentang arah dan tekanan kajian geografi.[1]

2.5.Ilmu Geografi dalam Al-qur’an
1. Persesuaian antara Awan, Hujan, dan Arus Angin
Allah Swt berfirman tentang angin sebagai pembawa hujan dan rahmat,
وَهُوَ ٱلَّذِي يُرۡسِلُ ٱلرِّيَٰحَ بُشۡرَۢا بَيۡنَ يَدَيۡ رَحۡمَتِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَقَلَّتۡ سَحَابٗا ثِقَالٗا سُقۡنَٰهُ لِبَلَدٖ مَّيِّتٖ فَأَنزَلۡنَا بِهِ ٱلۡمَآءَ فَأَخۡرَجۡنَا بِهِۦ مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِۚ كَذَٰلِكَ نُخۡرِجُ ٱلۡمَوۡتَىٰ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٥٧
Artinya : “dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (Q.S. al-A’raaf : 57)



Allah Swt berfirman tentang angin sebagai nikmat,
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَن يُرۡسِلَ ٱلرِّيَاحَ مُبَشِّرَٰتٖ وَلِيُذِيقَكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَلِتَجۡرِيَ ٱلۡفُلۡكُ بِأَمۡرِهِۦ وَلِتَبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِهِۦ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٤٦   
Artinya : “dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahn kamu bersyukur.” (Q.S. ar-Ruum : 46)

Allah Swt berfirman tentang angin sebagai pengumpul awan,
ٱللَّهُ ٱلَّذِي يُرۡسِلُ ٱلرِّيَٰحَ فَتُثِيرُ سَحَابٗا فَيَبۡسُطُهُۥ فِي ٱلسَّمَآءِ كَيۡفَ يَشَآءُ وَيَجۡعَلُهُۥ كِسَفٗا فَتَرَى ٱلۡوَدۡقَ يَخۡرُجُ مِنۡ خِلَٰلِهِۦۖ فَإِذَآ أَصَابَ بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦٓ إِذَا هُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ ٤٨
Artinya : “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (Q.S. ar-Ruum : 48)




Allah Swt berfirman tentang angin sebagai penghidup bumi,
وَٱللَّهُ ٱلَّذِيٓ أَرۡسَلَ ٱلرِّيَٰحَ فَتُثِيرُ سَحَابٗا فَسُقۡنَٰهُ إِلَىٰ بَلَدٖ مَّيِّتٖ فَأَحۡيَيۡنَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَاۚ كَذَٰلِكَ ٱلنُّشُورُ ٩
Artinya : “dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, Maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (Q.S. Fathiir : 9)[2]

Allah Swt berfirman tentang bersihnya air hujan,
وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَرۡسَلَ ٱلرِّيَٰحَ بُشۡرَۢا بَيۡنَ يَدَيۡ رَحۡمَتِهِۦۚ وَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ طَهُورٗا ٤٨ لِّنُحۡـِۧيَ بِهِۦ بَلۡدَةٗ مَّيۡتٗا وَنُسۡقِيَهُۥ مِمَّا خَلَقۡنَآ أَنۡعَٰمٗا وَأَنَاسِيَّ كَثِيرٗا ٤٩
Artinya : “Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak.” (Q.S. al-Furqaan : 48-49)

Ayat-ayat yang mulia di atas menerangkan dengan tegas bahwa angin membawa awan yang selanjutnya akan memberikan kabar gembira, yaitu hujan.
Ilmu pengetahuan modern telah menjelaskan sejauhmana terdapat keharmonisan antara awan, hujan, dan angin. Ini sebagaimana yang telah dahulu disebutkan dalam al-Qur’an dan dapat kita lihat di antara ayat-ayat ilmiah yang terdapat di dalamnya.
Kebanyakan pendapat menyatakan bahwa hujan itu turun dari langit. Tanpa terlintas di pikiran seorang pun bahwa anginlah yang mempengaruhi awan dan menimbulkan hujan. Hal itu berlangsung sampai ditetapkan dalam ilmu meteorologi akhir-akhir ini bahwa pengaruh terhadap awan dan turunnya hujan berasal dari pergerakan angin yang berkumpul di suatu tempat. Pembagian ilmiah yang terakhir tertuju kepada pengelompokan jenis awan dan hujan. Sifat-sifat itu sesuai dengan pergerakan arus angin yang menimbulkan hal tersebut. Maka, terjadilah awan yang bertumpuk-tumpuk tersebut disertai oleh arus angin vertikal.
Awan yang bertumpuk-tumpuk yang menyertai arus udara secara sempurna akan tegak lurus ke atas. Dari yang pertama akan timbul gerimis. Sedangkan, dari yang kedua akan turun hujan dalam arahnya yang lebih sempurna.
Para ilmuwan yakin bahwa ketika uap air yang diangkut angin semakin banyak, maka hujan akan turun secara alami. Pada saat itu tidak ada seorang pun yang membutuhkan turunnya hujan buatan.
Allah Swt berfirman,
 أَفَرَءَيۡتُمُ ٱلۡمَآءَ ٱلَّذِي تَشۡرَبُونَ ٦٨ ءَأَنتُمۡ أَنزَلۡتُمُوهُ مِنَ ٱلۡمُزۡنِ أَمۡ نَحۡنُ ٱلۡمُنزِلُونَ ٦٩

Artinya : “Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau kamikah yang menurunkannya?” (Q.S. al-Waaqi’ah : 68-69)[3]



2.      Kalender Syamsiyah dan Qamariyah
Al-Qur’an juga mengisyaratkan perbedaan perhitungan Syamsiyah dan Qamariyah, yaitu ketika al-Qur’an menguraikan kisah Ashhabul Kahfi(sekelompok pemuda yang berlindung ke sebuah gua). Allah Swt berfirman :
وَلَبِثُواْ فِي كَهۡفِهِمۡ ثَلَٰثَ مِاْئَةٖ سِنِينَ وَٱزۡدَادُواْ تِسۡعٗا ٢٥
Artinya : “dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (Q.S. al-Kahfi : 25)

Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya yang mulia bahwa kisah beberapa orang yang tinggal di dalam gua itu (ashhabul kahfi) menetap di dalamnya selama tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun lagi. Setelah orang-orang Nasrani di Najran mendengar cerita itu, mereka berkata, “Kalau yang tiga ratus tahun sudah kami ketahui, sedangkan yang sembilan tahun lagi tidak kami ketahui.” Maka, turunlah wahyu kepada Rasulullah Saw,
قُلِ ٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا لَبِثُواْۖ لَهُۥ غَيۡبُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ أَبۡصِرۡ بِهِۦ وَأَسۡمِعۡۚ مَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَلِيّٖ وَلَا يُشۡرِكُ فِي حُكۡمِهِۦٓ أَحَدٗا ٢٦
Artinya : “Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua),” (Q.S. al-Kahfi : 26)

Sesungguhnya ayat ini telah disebut sejak 14 abad yang lalu. Sekarang kita akan mendengarkan apa yang dituturkan oleh ilmu pengetahuan modern,
“ Sebenarnya setiap 100 Syamsiyah ‘tahun matahari’ sama dengan 103 tahunQomariyah ‘tahun bulan’, atau 300 Syamsiyah sama dengan 309 tahunQamariyah.”
Inilah ketetapan yang terlambat dituturkan oleh ilmu pengetahuan modern zaman ini, setelah al-Qur’an menyebutkannya sejak 14 abad silam.[4]
Penanggalan Syamsiyah yang dikenal dengan Gregorian Calander yang yang baru ditemukan pada abad ke-16 itu, berselisih sekitar sebelas hari dengan penanggalan Qamariyah, sehinggga tambahan sembilan tahun yang disebut oleh ayat tersebut adalah hasil perkalian 300 tahun x 11 hari = 3.300 hari atau sekitar sembilan tahun lamanya. Demikian Nabi Muhammad Saw yang tidak pandai membaca dan menulis menyampaikannya melalui informasi Allah Swt.[5]


3.      Batas yang Timbul di Antara Lautan
Allah berfirman,
مَرَجَ ٱلۡبَحۡرَيۡنِ يَلۡتَقِيَانِ ١٩  بَيۡنَهُمَا بَرۡزَخٞ لَّا يَبۡغِيَانِ ٢٠ فَبِأَيِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ ٢١   
Artinya : “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing . Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S. ar-Rahmaan : 19-21)

۞وَهُوَ ٱلَّذِي مَرَجَ ٱلۡبَحۡرَيۡنِ هَٰذَا عَذۡبٞ فُرَاتٞ وَهَٰذَا مِلۡحٌ أُجَاجٞ وَجَعَلَ بَيۡنَهُمَا بَرۡزَخٗا وَحِجۡرٗا مَّحۡجُورٗا ٥٣
Artinya : “dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S. al-Furqaan : 53).[6]

Sesungguhnya Tangan (Kekuasaan) yang mengatur alam ini telah mengalirkan dua lautan, dan menjadikan di antara keduanya pembatas dan pemisah. Pembatas tersebut timbul dari sifat alamiah kedua lautan. Sedangkan, sifat alamiah alam ini yang telah diatur sangat rapi. Aturan-aturan tersebut berlangsung di bawah kekuasaan Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana, yang membiarkan dua lautan yang tawar dan segar serta air lautan yang asin lagi pahit mengalir. Kemudian keduanya bertemu tanpa terjadi percampuran dan pembauran di antara keduanya. Bahkan, di antara keduanya ada pemisah. Sehingga, permukaan sungai kebanyakan lebih tinggi dari lautan. Tidak pernah terjadi sebalikny, kecuali pada beberapa kasus yang aneh.
Secara ilmiah, kepadatan air sungai yang sampai ke laut lebih kecil daripada kepadatan air laut yang asin. Maka, air sungai akan mengalir di atas air laut tanpa terjadi percampuran di antara keduanya. Dengan pengaturan yang teliti ini, maka air laut tidak akan meluap walaupun ia lebih banyak daripada air sungai yang darinyalah manusia hidup.
Salah satu keajaiban ciptaan Allah Swt adalah bahwa air sungai tidak akan terpengaruh oleh air laut yang akan menjadikannya asin. Tetapi, air laut bisa terpengaruh oleh air sungai.
Sebuah fakta menyatakan bahwa sungai Amazon mengalirkan airnya ke samudra Atlantik, dengan melintasi jarak 200 mil dengan cepat. Hal itu menjaga kesegaran air tawar di sepanjang lintasan tersebut. Di Teluk Arab ditemukan sebuah mata air yang muncul dari dalam teluk yang airnya asin, tetapi mata air tersebut tetap tawar dan segar.[7]

BAB 3
Penutup
3.1.Kesimpulan
Kesamaan titik pandang dalam geografi adalah mengkaji:
1.      bumi sebagai tempat tinggal;
2.       hubungan manusia dengan lingkungannya(interaksi);
3.       dimensi ruang dan dimensi historis; dan4. pendekatannya, spasial(keruangan), ekologi (kelingkungan) dan regional (kewilayahan).
Konsep dalam geografi antara lain:Konsep Lokasi,Konsep Jarak,Konsep Keterjangkauan,Konsep Pola,Konsep Geomorfologi,Konsep Aglomerasi,Konsep Nilai Kegunaan,Konsep Interaksi Interdependensi,Konsep Diferensiasi Area,Konsep Keterkaitan Keruangan
Objek kajian geografi: (1) geografi sebagai ilmu; (2) kajian geografi dalam Al-Qur’an. Metoda kajian alam dalam Al-Qur’an terdapat dalam firman Allah SWT dalam surat Yunus ayat 101.
Kajian terapan ilmu geografi: (1) tebentuknya benua-benua; (2) iklim yang membina kehidupan; (3) bencana alam; (4) sumber daya alam.







[1] http://hanniyypurple.blogspot.com/2012/06/pengertian-geografi-menurut-para-ahli.html

[2] Muhammad Kamil Abdushshamad, Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an, (Jakarta : Akbar, 2002) Cet. I, hlm. 107
[3]  Ibid. Hlm. 109
[4] Ibid. Hlm. 117
[5] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 2007) Cet. II, Hlm. 195

[6] Ibid. Hlm. 180
[7] Op.cit. Muhammad Kamil Abdushshamad. Hlm. 128

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sending children to the boarding school

Stay Active

Belajar dari jepang membentuk komunitas pendidik