sejarah geografi dalam islam
BAB I
Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
Di antara
segi kemukjizatan al-Qur’an adalah adanya beberapa petunjuk yang detail sebagai
ilmu pengetahuan umum yang telah ditemukan terlebih dahulu dalam al-Qur’an
sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. Teori al-Qur’an itu sama sekali
tidak bertentangan dengan teori-teori ilmu pengetahuan modern.
Berdasarkan keyakinan kita,
bahwa al-Qur’an yang besar itu bukanlah kitab ilmu alam, arsitek dan fisika,
tetapi al-Qur’an adalah kitab petunjuk atau pembimbing dan kitab undang-undang
dan perbaikan. Namun demikian, ayat-ayatnya tidak terlepas dari
petunjuk-petunjuk yang detail kebenaran-kebenaran yang samar terdapat beberapa
masalah alami, kedokteran, dan geografi, yang semuanya menunjukkan kemukjizatan
al-Qur’an serta kedudukannya sebagai wahyu dari Allah.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah ilmu geografi dalam
islam?
2. Siapa sajakah ilmuan-ilmuan muslin yang
berkontribusi dalam mengkaji ilmu geografi?
3. Apakah pengertian ilmu Geografi?
4. Bagaimanakah posisi ilmu geografi dalam
Al-qur’an?
1.3.Tujuan
1. Agar mahasiswi memahami bagaimana sejarah
ilmu geografi dimasa kejayaan islam
2. Agar mahasiswi dapat mengenal tokoh-tokoh
ilmuan Geografi
3. Agar mahasiswi dapat mengetahui posisi ilmu
geografi dalam Al-qur’an
BAB 2
Pembahasan
2.1.Sejarah Ilmu Geografi dalam islam
Berkembangnya
geografi di dunia Islam dimulai ketika Khalifah Al-Ma’mun yang berkuasa dari
tahun 813 hingga 833 M memerintahkan para geografer Muslim untuk mengukur
kembali jarak bumi. Islam mendorong umatnya untuk membuka pikiran dan
cakrawala. Allah SWT berfirman:
“Sungguh
telah berlaku sunnah Allah SWT (hukum Allah SWT) maka berjalanlah kamu di muka
bumi dan lihatlah bagaimana akibat (perbuatan) orangorang mendustakan
ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-Imran: 137).
Perintah ini telah membuat umat
Islam di abad-abad pertama berupaya untuk melakukan ekspansi serta ekspedisi. Selain dilandasi faktor ideologi dan
politik, ekspansi Islam yang berlangsung begitu cepat itu juga didorong
insentif perdagangan yang menguntungkan. Tak pelak umat Islam pun mulai
mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menyebarkan agama Allah SWT.
Seiring meluasnya ekspansi dan ekspedisi rute-rute perjalanan
melalui darat dan laut pun mulai bertambah. Tak heran, jika sejak abad ke-8 M, kawasan Mediterania telah
menjadi jalur utama Muslim. Jalur-jalur laut dan darat yang sangat sering
digunakan akhirnya menghubungkan seluruh wilayah Muslim yang berkembang
mencapai India, Asia Tenggara, dan Cina meluas ke utara dari Sungai Volga
hingga Skandinavia dan menjangkau jauh ke pedalaman Afrika.
Ekspansi dan ekspedisi di abad-abad
itu mendorong para sarjana dan penjelajah Muslim untuk mengembangkan geografi
atau ilmu bumi. Di era kekhalifahan, geografi mulai berkembang dengan pesat.
Perkembangan geografi yang ditandai dengan ditemukannya peta dunia serta
jalur-jalur perjalanan di dunia Muslim itu ditopang sejumlah faktor pendukung. Era keemasan Islam, perkembangan astronomi
Islam, penerjemahan naskah-naskah kuno ke dalam bahasa Arab serta meningkatnya
ekspansi perdagangan dan kewajiban menunaikan ibadah haji merupakan sejumlah
faktor yang mendukung berkembangnya geografi di dunia Islam. Tak pelak, Islam banyak memberi kontribusi bagi pengembangan
geografi.
Umat Islam memang bukan yang pertama
mengembangkan dan menguasai geografi. Ilmu bumi pertama kali dikenal bangsa
Yunani adalah bangsa yang pertama dikenal secara aktif menjelajahi geografi.
Beberapa tokoh Yunani yang berjasa mengeksplorasi geografi sebagai ilmu dan
filosofi antara lain; Thales dari Miletus, Herodotus, Eratosthenes, Hipparchus,
Aristotle, Dicaearchus dari Messana, Strabo, dan Ptolemy.
Selain itu, bangsa Romawi juga turut
memberi sumbangan pada pemetaan karena mereka banyak menjelajahi negeri dan
menambahkan teknik baru. Salah satu tekniknya adalah periplus, deskripsi pada
pelabuhan, dan daratan sepanjang garis pantai yang bisa dilihat pelaut di lepas
pantai.
Selepas Romawi jatuh, Barat
dicengkeram dalam era kegelapan. Perkembangan ilmu pengetahuan justru mulai
berkembang pesat di Timur Tengah. Geografi mulai berkembang pesat pada era
Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Ketika itu, Khalifah Harun
Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun berkuasa, mereka mendorong para sarjana Muslim untuk
menerjemahkan naskah-naskah kuno dari Yunani ke dalam bahasa Arab.
Ketertarikan umat Muslim terhadap
geografi diawali dengan kegandrungan atas astronomi. Perkembangan di bidang
astronomi itu perlahan tapi pasti mulai membawa para sarjana untuk menggeluti
ilmu bumi. Umat Islam mulai tertarik mempelajari peta yang dibuat bangsa Yunani
dan Romawi. Beberapa naskah penting dari Yunani yang diterjemahkan antara lain;
Alemagest dan Geographia.
Berkembangnya geografi di dunia
Islam dimulai ketika Khalifah Al- Ma’mun yang berkuasa dari tahun 813 hingga
833 M memerintahkan para geografer Muslim untuk mengukur kembali jarak bumi.
Sejak saat itu muncullah istilah mil untuk mengukur jarak. Sedangkan orang
Yunani menggunakan istilah stadion. Upaya dan kerja keras para geografer Muslim itu berbuah manis. Umat
Islam pun mampu menghitung volume dan keliling bumi. Berbekal keberhasilan itu,
Khalifah Al-Ma’mun memerintahkan para geografer Muslim untuk menciptakan peta bumi
yang besar. Adalah Musa Al-Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya mampu membuat peta globe
pertama pada tahun 830 M.
Khawarizmi juga berhasil menulis
kitab geografi yang berjudul Surah Al- Ard (Morfologi Bumi) sebuah koreksi
terhadap karya Ptolemaeus.
Kitab itu menjadi landasan ilmiah bagi geografi Muslim tradisional. Pada abad
yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah buku bertajuk ‘Keterangan tentang Bumi
yang Berpenghuni’.
Sejak saat itu, geografi pun
berkembang pesat. Sejumlah geografer Muslim berhasil melakukan terobosan dan
penemuan penting. Di awal abad ke-10 M, secara khusus, Abu Zayd Al-Balkhi yang berasal dari Balkh
mendirikan sekolah di kota Baghdad yang secara khusus mengkaji dan membuat peta
bumi.
Di abad ke-11 M, seorang geografer
termasyhur dari Spanyol, Abu Ubaid Al- Bakri berhasil menulis kitab di bidang
geografi, yakni Mu’jam Al-Ista’jam (Eksiklopedi Geografi) dan Al-Masalik wa
Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan). Buku pertama berisi nama-nama tempat di
Jazirah Arab. Sedangkan yang kedua berisi pemetaan geografis dunia Arab zaman
dahulu.
Pada abad ke-12, geografer Muslim,
Al-Idrisi berhasil membuat peta dunia. Al-Idrisi yang lahir pada tahun 1100 di
Ceuta Spanyol itu juga menulis kitab geografi berjudul Kitab Nazhah Al- Muslak
fi Ikhtira Al-Falak (Tempat Orang yang Rindu Menembus Cakrawala). Kitab ini
begitu berpengaruh sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Geographia
Nubiensis.
Seabad kemudian, dua geografer
Muslim yakni, Qutubuddin Asy-Syirazi (1236 M – 1311 M) dan Yaqut Ar-Rumi (1179
M -1229 M) berhasil melakukan terobosan baru. Qutubuddin mampu membuat peta
Laut Putih/Laut Tengah yang dihadiahkan kepada Raja Persia. Sedangkan, Yaqut
berhasil menulis enam jilid ensiklopedi bertajuk Mu’jam Al-Buldan (Ensiklopedi
Negeri-negeri).
Penjelajah Muslim asal Maroko, Ibnu
Battuta di abad ke-14 M memberi sumbangan dalam menemukan rute perjalanan baru.
Hampir selama 30 tahun, Ibnu Battuta menjelajahi daratan dan mengarungi lautan
untuk berkeliling dunia. Penjelajah Muslim lainnya yang mampu mengubah rute
perjalanan laut adalah Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok. Dia melakukan
ekspedisi sebanyak tujuh kali mulai dari tahun 1405 hingga 1433 M. Dengan
menguasai geografi, di era keemasan umat Islam mampu menggenggam dunia.
2.2.Kontribusi Geografer Muslim
Sederet geografer Muslim telah
banyak memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu bumi. Al-Kindi diakui begitu
berjasa sebagai geografer pertama yang memperkenalkan percobaan ke dalam ilmu
bumi. Sedangkan, Al-Biruni didapuk sebagai ‘bapak geodesi’ yang banyak memberi kontribusi terhadap
geografi dan juga geologi.
John
J O’Connor dan Edmund F Robertson menuliskan
pengakuannya terhadap kontribusi Al-Biruni dalam MacTutor History of
Mathematics. Menurut mereka, ‘’Al-Biruni telah menyumbangkan kontribusi penting
bagi pengembangan geografi dan geodesi. Dialah yang memperkenalkan teknik
pengukuran bumi dan jaraknya dengan menggunakan triangulation.’’
Al-Biruni-lah yang menemukan radius
bumi mencapai 6.339,6 km. Hingga abad ke-16 M, Barat belum mampu mengukur
radius bumi seperti yang dilakukan Al-Biruni. Bapak sejarah sains, George
Sarton, juga mengakui kontribusi sarjana Muslim dalam pengembangan geografi dan
geologi. ‘’Kita menemukan dalam tulisannya metedo penelitian kimia, sebuah
teori tentang pembentukan besi.’’
Salah satu kekhasan yang
dikembangkan geografer Muslim adalah munculnya bio-geografi. Hal itu didorong oleh banyaknya
orang Arab di era kekhalifahan yang tertarik untuk mendistribusi dan
mengklasifikasi tanaman, binatang, dan evolusi kehidupan. Para sarjana Muslim
mencoba menganalisis beragam jenis tanaman.
2.3.Geografer muslim diera keemasan
1.
Hisyam
Al-Kalbi (abad ke-8 M)
Dia adalah ahli ilmu bumi pertama dalam sejarah Islam. Hisyam begitu populer dengan studinya yang mendalam mengenai kawasan Arab.
Dia adalah ahli ilmu bumi pertama dalam sejarah Islam. Hisyam begitu populer dengan studinya yang mendalam mengenai kawasan Arab.
2.
Musa
Al-Khawarizmi (780 M – 850 M)
Ahli matematika yang juga geografer itu merevisi pandangan Ptolemaues mengenai geografi. Bersama-sama 70 puluh geografer, Al-Khawarizmi membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.
Ahli matematika yang juga geografer itu merevisi pandangan Ptolemaues mengenai geografi. Bersama-sama 70 puluh geografer, Al-Khawarizmi membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.
3.
Al-Ya’qubi
(wafat 897 M)
Dia menulis buku geografi bertajuk ‘Negeri-negeri’ yang begitu populer dengan studi topografisnya.
Dia menulis buku geografi bertajuk ‘Negeri-negeri’ yang begitu populer dengan studi topografisnya.
4.
Ibn
Khordadbeh (820 M – 912 M)
Dia adalah murid Al-Kindi yang mempelajari jalan-jalan di berbagai provinsi secara cermat dan menuangkannya ke dalam buku Al- Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan).
Dia adalah murid Al-Kindi yang mempelajari jalan-jalan di berbagai provinsi secara cermat dan menuangkannya ke dalam buku Al- Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan).
5.
Al-Dinawari
(828 M – 898 M)
Geografer Muslim yang juga banyak memberi kontribusi pada perkembangan ilmu geografi.
Geografer Muslim yang juga banyak memberi kontribusi pada perkembangan ilmu geografi.
6.
Hamdani
(893 M – 945 M) Geografer Muslim abad ke-9 M yang mendedikasikan dirinya untuk
mengembangkan geografi.
7.
Ali al-Masudi (896 M – 956 M)
Nama lengkapnya Abul hasan Ali Al-Ma’sudi. Ia mempelajari faktorfaktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pembentukan batubatuan di bumi dengan orisinalitas yang mencengangkan.
Nama lengkapnya Abul hasan Ali Al-Ma’sudi. Ia mempelajari faktorfaktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pembentukan batubatuan di bumi dengan orisinalitas yang mencengangkan.
8.
Ahmad
ibn Fadlan (abad ke-10 M)
Dia adalah geografer yang menulis ensiklopedia dan kisah perjalanan ke daerah Volga dan Kaspia.
Dia adalah geografer yang menulis ensiklopedia dan kisah perjalanan ke daerah Volga dan Kaspia.
9.
Ahmad
ibn Rustah (abad ke-10 M)
Ibnu Rustah merupakan geografer yang menulis ensiklopedia besar mengenai geografi. Al Balkhi Memberikan sumbangan cukup besar dalam pemetaan dunia. Al Kindi Selain terkenal sebagai ahli oseanografi, dia juga seorang ilmuwan multitalenta. Sebagai ahli fisika, optik, metalurgi, bahkan filosofi.
Ibnu Rustah merupakan geografer yang menulis ensiklopedia besar mengenai geografi. Al Balkhi Memberikan sumbangan cukup besar dalam pemetaan dunia. Al Kindi Selain terkenal sebagai ahli oseanografi, dia juga seorang ilmuwan multitalenta. Sebagai ahli fisika, optik, metalurgi, bahkan filosofi.
10. Al Istakhar II dan Ibnu
Hawqal (abad ke-10 M)
Memberikan kontribusi besar dalam pemetaan dunia.
Memberikan kontribusi besar dalam pemetaan dunia.
11. Al-Idrisi (1099 M)
Ahli geografi kesohor pada zamannya, yang juga dikenal sebagai ahli zoologi.
Ahli geografi kesohor pada zamannya, yang juga dikenal sebagai ahli zoologi.
12. Al Baghdadi (1162 M)
Seorang geografer Muslim terkemuka.
Seorang geografer Muslim terkemuka.
13. Abdul-Leteef Mawaffaq (1162
M)
Selain pakar geografi, dia juga merupakan ahli pengobatan.
Selain pakar geografi, dia juga merupakan ahli pengobatan.
2.4.Pengertian Ilmu Geografi
Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi)
keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaanbumi.
Kata geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo ("Bumi") dan graphein ("tulisan", atau
"menjelaskan").
Geografi juga merupakan nama judul buku bersejarah pada subjek
ini, yang terkenal adalah Geographia tulisan Klaudios Ptolemaios (abad kedua).
Geografi lebih dari sekedar kartografi,
studi tentang peta.
Geografi tidak hanya menjawab apa dan dimana di atas muka bumi, tapi juga
mengapa di situ dan tidak di tempat lainnya, kadang diartikan dengan
"lokasi pada ruang." Geografi mempelajari hal ini, baik yang
disebabkan oleh alam atau manusia. Juga mempelajari akibat yang disebabkan dari
perbedaan yang terjadi itu.
Menurut Eratosthenes, kata "geografika", kata itu
berakar dari geo=
bumi dan grafika=lukisan
atau tulisan. Jadi, kata geografika dalam bahasa Yunani berarti lukisan tentang
bumi atau tulisan tentang bumi. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka ahli
geografi (geograf) sependapat bahwa Eratosthenes dianggap sebagai peletak dasar pengetahuan
geografi.
Istilah geografi juga dikenal dalam berbagai bahasa, seperti
geography (inggris), geographie (Prancis), die geographieldie erdkunde
(Jerman), geografzel aardrijkskunde (Belanda), dan geographike (Yunani).
Geografi juga merupakan judul buku bersejarah dalam subjek ini,
yang terkenal adalah Geographia tulisan Claudius Ptolomeus (abad kedua).
Pengertian ini masih bersifat umum dan belum memberikan gambaran yang tepat
tentang arah dan tekanan kajian geografi.[1]
2.5.Ilmu
Geografi dalam Al-qur’an
1. Persesuaian antara Awan, Hujan,
dan Arus Angin
Allah Swt berfirman tentang angin sebagai pembawa hujan dan
rahmat,
وَهُوَ
ٱلَّذِي يُرۡسِلُ ٱلرِّيَٰحَ بُشۡرَۢا بَيۡنَ يَدَيۡ رَحۡمَتِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَآ
أَقَلَّتۡ سَحَابٗا ثِقَالٗا سُقۡنَٰهُ لِبَلَدٖ مَّيِّتٖ فَأَنزَلۡنَا بِهِ ٱلۡمَآءَ
فَأَخۡرَجۡنَا بِهِۦ مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِۚ كَذَٰلِكَ نُخۡرِجُ ٱلۡمَوۡتَىٰ
لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٥٧
Artinya : “dan Dialah
yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami
halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka
Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. seperti
Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu
mengambil pelajaran. (Q.S. al-A’raaf : 57)
Allah Swt berfirman tentang angin sebagai nikmat,
وَمِنۡ
ءَايَٰتِهِۦٓ أَن يُرۡسِلَ ٱلرِّيَاحَ مُبَشِّرَٰتٖ وَلِيُذِيقَكُم مِّن
رَّحۡمَتِهِۦ وَلِتَجۡرِيَ ٱلۡفُلۡكُ بِأَمۡرِهِۦ وَلِتَبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِهِۦ
وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٤٦
Artinya : “dan di
antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya
dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu
dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahn kamu bersyukur.” (Q.S.
ar-Ruum : 46)
Allah Swt berfirman tentang angin sebagai pengumpul awan,
ٱللَّهُ
ٱلَّذِي يُرۡسِلُ ٱلرِّيَٰحَ فَتُثِيرُ سَحَابٗا فَيَبۡسُطُهُۥ فِي ٱلسَّمَآءِ
كَيۡفَ يَشَآءُ وَيَجۡعَلُهُۥ كِسَفٗا فَتَرَى ٱلۡوَدۡقَ يَخۡرُجُ مِنۡ خِلَٰلِهِۦۖ
فَإِذَآ أَصَابَ بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦٓ إِذَا هُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ
٤٨
Artinya : “Allah,
Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka
apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba
mereka menjadi gembira.” (Q.S. ar-Ruum : 48)
Allah Swt berfirman tentang angin sebagai penghidup bumi,
وَٱللَّهُ
ٱلَّذِيٓ أَرۡسَلَ ٱلرِّيَٰحَ فَتُثِيرُ سَحَابٗا فَسُقۡنَٰهُ إِلَىٰ بَلَدٖ
مَّيِّتٖ فَأَحۡيَيۡنَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَاۚ كَذَٰلِكَ ٱلنُّشُورُ ٩
Artinya : “dan Allah,
Dialah yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, Maka Kami
halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya
dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (Q.S. Fathiir : 9)[2]
Allah Swt berfirman tentang bersihnya air hujan,
وَهُوَ
ٱلَّذِيٓ أَرۡسَلَ ٱلرِّيَٰحَ بُشۡرَۢا بَيۡنَ يَدَيۡ رَحۡمَتِهِۦۚ وَأَنزَلۡنَا
مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ طَهُورٗا ٤٨ لِّنُحۡـِۧيَ بِهِۦ بَلۡدَةٗ مَّيۡتٗا
وَنُسۡقِيَهُۥ مِمَّا خَلَقۡنَآ أَنۡعَٰمٗا وَأَنَاسِيَّ كَثِيرٗا ٤٩
Artinya : “Dia lah yang
meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat bersih, agar
Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami
memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang
ternak dan manusia yang banyak.” (Q.S. al-Furqaan : 48-49)
Ayat-ayat
yang mulia di atas menerangkan dengan tegas bahwa angin membawa awan yang
selanjutnya akan memberikan kabar gembira, yaitu hujan.
Ilmu
pengetahuan modern telah menjelaskan sejauhmana terdapat keharmonisan antara
awan, hujan, dan angin. Ini sebagaimana yang telah dahulu disebutkan dalam
al-Qur’an dan dapat kita lihat di antara ayat-ayat ilmiah yang terdapat di
dalamnya.
Kebanyakan
pendapat menyatakan bahwa hujan itu turun dari langit. Tanpa terlintas di
pikiran seorang pun bahwa anginlah yang mempengaruhi awan dan menimbulkan
hujan. Hal itu berlangsung sampai ditetapkan dalam ilmu meteorologi akhir-akhir
ini bahwa pengaruh terhadap awan dan turunnya hujan berasal dari pergerakan angin
yang berkumpul di suatu tempat. Pembagian ilmiah yang terakhir tertuju kepada
pengelompokan jenis awan dan hujan. Sifat-sifat itu sesuai dengan pergerakan
arus angin yang menimbulkan hal tersebut. Maka, terjadilah awan yang
bertumpuk-tumpuk tersebut disertai oleh arus angin vertikal.
Awan
yang bertumpuk-tumpuk yang menyertai arus udara secara sempurna akan tegak
lurus ke atas. Dari yang pertama akan timbul gerimis. Sedangkan, dari yang
kedua akan turun hujan dalam arahnya yang lebih sempurna.
Para
ilmuwan yakin bahwa ketika uap air yang diangkut angin semakin banyak, maka
hujan akan turun secara alami. Pada saat itu tidak ada seorang pun yang
membutuhkan turunnya hujan buatan.
Allah Swt berfirman,
أَفَرَءَيۡتُمُ ٱلۡمَآءَ ٱلَّذِي تَشۡرَبُونَ
٦٨ ءَأَنتُمۡ أَنزَلۡتُمُوهُ مِنَ ٱلۡمُزۡنِ أَمۡ نَحۡنُ ٱلۡمُنزِلُونَ ٦٩
Artinya : “Maka
Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya
atau kamikah yang menurunkannya?” (Q.S. al-Waaqi’ah : 68-69)[3]
2. Kalender
Syamsiyah dan Qamariyah
Al-Qur’an juga mengisyaratkan
perbedaan perhitungan Syamsiyah dan Qamariyah, yaitu ketika al-Qur’an
menguraikan kisah Ashhabul Kahfi(sekelompok pemuda yang berlindung
ke sebuah gua). Allah Swt berfirman :
وَلَبِثُواْ فِي كَهۡفِهِمۡ
ثَلَٰثَ مِاْئَةٖ سِنِينَ وَٱزۡدَادُواْ تِسۡعٗا ٢٥
Artinya : “dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus
tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (Q.S. al-Kahfi : 25)
Allah memberitahukan kepada
Nabi-Nya yang mulia bahwa kisah beberapa orang yang tinggal di dalam gua itu (ashhabul
kahfi) menetap di dalamnya selama tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun
lagi. Setelah orang-orang Nasrani di Najran mendengar cerita itu, mereka
berkata, “Kalau yang tiga ratus tahun sudah kami ketahui, sedangkan yang
sembilan tahun lagi tidak kami ketahui.” Maka, turunlah wahyu kepada Rasulullah
Saw,
قُلِ
ٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا لَبِثُواْۖ لَهُۥ غَيۡبُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ
أَبۡصِرۡ بِهِۦ وَأَسۡمِعۡۚ مَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَلِيّٖ وَلَا يُشۡرِكُ
فِي حُكۡمِهِۦٓ أَحَدٗا ٢٦
Artinya : “Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa
lamanya mereka tinggal (di gua),” (Q.S. al-Kahfi : 26)
Sesungguhnya ayat ini telah
disebut sejak 14 abad yang lalu. Sekarang kita akan mendengarkan apa yang
dituturkan oleh ilmu pengetahuan modern,
“ Sebenarnya setiap 100 Syamsiyah ‘tahun
matahari’ sama dengan 103 tahunQomariyah ‘tahun bulan’, atau
300 Syamsiyah sama dengan 309 tahunQamariyah.”
Inilah ketetapan yang terlambat
dituturkan oleh ilmu pengetahuan modern zaman ini, setelah al-Qur’an
menyebutkannya sejak 14 abad silam.[4]
Penanggalan Syamsiyah yang
dikenal dengan Gregorian Calander yang yang baru ditemukan pada abad ke-16 itu,
berselisih sekitar sebelas hari dengan penanggalan Qamariyah, sehinggga
tambahan sembilan tahun yang disebut oleh ayat tersebut adalah hasil perkalian
300 tahun x 11 hari = 3.300 hari atau sekitar sembilan tahun lamanya. Demikian
Nabi Muhammad Saw yang tidak pandai membaca dan menulis menyampaikannya melalui
informasi Allah Swt.[5]
3. Batas
yang Timbul di Antara Lautan
Allah berfirman,
مَرَجَ
ٱلۡبَحۡرَيۡنِ يَلۡتَقِيَانِ ١٩
بَيۡنَهُمَا بَرۡزَخٞ لَّا يَبۡغِيَانِ ٢٠ فَبِأَيِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا
تُكَذِّبَانِ ٢١
Artinya : “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya
kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing
. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S.
ar-Rahmaan : 19-21)
۞وَهُوَ ٱلَّذِي مَرَجَ ٱلۡبَحۡرَيۡنِ هَٰذَا
عَذۡبٞ فُرَاتٞ وَهَٰذَا مِلۡحٌ أُجَاجٞ وَجَعَلَ بَيۡنَهُمَا بَرۡزَخٗا وَحِجۡرٗا
مَّحۡجُورٗا ٥٣
Artinya : “dan Dialah yang membiarkan dua laut yang
mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi
pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S.
al-Furqaan : 53).[6]
Sesungguhnya Tangan (Kekuasaan)
yang mengatur alam ini telah mengalirkan dua lautan, dan menjadikan di antara
keduanya pembatas dan pemisah. Pembatas tersebut timbul dari sifat alamiah
kedua lautan. Sedangkan, sifat alamiah alam ini yang telah diatur sangat rapi.
Aturan-aturan tersebut berlangsung di bawah kekuasaan Sang Pencipta Yang Maha
Bijaksana, yang membiarkan dua lautan yang tawar dan segar serta air lautan
yang asin lagi pahit mengalir. Kemudian keduanya bertemu tanpa terjadi
percampuran dan pembauran di antara keduanya. Bahkan, di antara keduanya ada
pemisah. Sehingga, permukaan sungai kebanyakan lebih tinggi dari lautan. Tidak
pernah terjadi sebalikny, kecuali pada beberapa kasus yang aneh.
Secara ilmiah, kepadatan air
sungai yang sampai ke laut lebih kecil daripada kepadatan air laut yang asin.
Maka, air sungai akan mengalir di atas air laut tanpa terjadi percampuran di
antara keduanya. Dengan pengaturan yang teliti ini, maka air laut tidak akan
meluap walaupun ia lebih banyak daripada air sungai yang darinyalah manusia
hidup.
Salah satu keajaiban ciptaan
Allah Swt adalah bahwa air sungai tidak akan terpengaruh oleh air laut yang
akan menjadikannya asin. Tetapi, air laut bisa terpengaruh oleh air sungai.
Sebuah fakta menyatakan bahwa
sungai Amazon mengalirkan airnya ke samudra Atlantik, dengan melintasi jarak
200 mil dengan cepat. Hal itu menjaga kesegaran air tawar di sepanjang lintasan
tersebut. Di Teluk Arab ditemukan sebuah mata air yang muncul dari dalam teluk
yang airnya asin, tetapi mata air tersebut tetap tawar dan segar.[7]
BAB 3
Penutup
3.1.Kesimpulan
Kesamaan titik pandang dalam
geografi adalah mengkaji:
1.
bumi sebagai tempat tinggal;
2.
hubungan manusia dengan
lingkungannya(interaksi);
3.
dimensi ruang dan dimensi historis; dan4.
pendekatannya, spasial(keruangan), ekologi (kelingkungan) dan regional
(kewilayahan).
Konsep dalam geografi antara
lain:Konsep Lokasi,Konsep Jarak,Konsep Keterjangkauan,Konsep Pola,Konsep
Geomorfologi,Konsep Aglomerasi,Konsep Nilai Kegunaan,Konsep Interaksi
Interdependensi,Konsep Diferensiasi Area,Konsep Keterkaitan Keruangan
Objek kajian geografi: (1)
geografi sebagai ilmu; (2) kajian geografi dalam Al-Qur’an. Metoda kajian alam
dalam Al-Qur’an terdapat dalam firman Allah SWT dalam surat Yunus ayat 101.
Kajian terapan ilmu geografi: (1)
tebentuknya benua-benua; (2) iklim yang membina kehidupan; (3) bencana alam;
(4) sumber daya alam.
[1]
http://hanniyypurple.blogspot.com/2012/06/pengertian-geografi-menurut-para-ahli.html
[2]
Muhammad Kamil
Abdushshamad, Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an,
(Jakarta : Akbar, 2002) Cet. I, hlm. 107
Komentar
Posting Komentar