proses kodifikasi hadist



Proses Kodifikasi Hadits
Kodifikasi atau Tadwin Hadits secara resmi di sinonimkan dengan Tadwin al Hadits Rasmiyan, tentunya akan berbeda dengan penulisan Hadits atau kitabah al Hadits. Secara etimologi kata kodifikasi berasal dari kata codification yang berarti perekaman ( recodig ), penulisan ( writing down ),pembukuan ( booking ), pendaftaran ( listing, registration). Lebih dari itu, tadwin juga berarti pendokumentasian, penghimpunana atau pengumpaulan serta penyusunan. Maka kata tadwin tidak semata- mata berarti penulisan, namun ia mencakup penghimpunan, pembukuan dan pendokumentasian. Jadi yang dimaksud dengan kodifikasi hadits secara resmi adalah penulisan hadits nabi yang dilakukan pemerintah yang disusun menurut aturan dan sistem tertentu yang diakui oleh masyarkat[1]
Pengkodifikasian Hadits secara resmi terjadi pada abad ke II hijriyah. Ini terjadi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz tahun 99 H- 101 H. Beliau adalah salah satu Khalifah dari bani Umayyah, beliau merupakan orang pertama yang berinisatif untuk melakukan kodifikasi secara resmi. Abad III ini disebut juga dengan periode penyaringan dan pentashihan. Periode penyeleksian ini terjadi karena pada abad ke II belum dipisahkan antara Hadits mauquf dan maqtu’ dan hadits marfu’. Hadits yang hasan, dhoif ataupun Hadits yang maudhu’ masih bercapur dengan yang Shahih. Mereka kemudian membuat kaidah- kaidah dan syarat- syarat untuk menentukan hadits apakah itu shahih atau dhaif. Ulama’- ulama’ hadits dalam abad kedua dan ketiga, digelar “mutaqaddimin”, yang mengumpulkan haadits dengan semata- mata berpegang kepada usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghafalnya ynag tersebar di setiap pelossok dan penjuru Negara Arab, Persia. Maka setelah abad ketiga berlalu bangkitlah pujangga- pujangga abad keempat. Ahli abad keempat ini dan seterusnya digelari “mutaakhirin”. Kebanyakan hadits yang mereka kumpulkan adalah petikan nukilan dari kitab- kitab mutaqaddimin itu, sedikit saja yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghafalnya.


[1] Zainul Arifin, Studi Hadits, Surabaya, Alpha 2005, h.34

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sending children to the boarding school

Stay Active

Belajar dari jepang membentuk komunitas pendidik