Prinsip mu'amalah



 Prinsip Muamalah
muamalah adalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara dua pihak atau lebih dalam suatu transaksi. ada dua hal yang menjadi ruang lingkup dari muamalah[1]:
 Pertama Transaksi dilakukan menyangkut dengan etika suatu transaksi, seperti ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, adanya hak dan kewajiban masing-masing, kejujuran; atau mungkin ada penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam kehidupan masyarakat.
Kedua apa bentuk transaksi itu. Ini menyangkut materi transaksi yang dilakukan, seperti jual beli, pegang gadai, jaminan dan tanggungan, pemindahan utang, perseroan harta dan jasa, sewa menyewa dan lain sebagainya. Berdasarkan ruang lingkup di atas, maka prinsip-prinsip muamalah berada pada wilayah etika, yaitu bagaimana transasksi itu dilakukan. Prinsip-prinsip itu pada intinya menghendaki agar pada setiap prosesi transaksi tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak, atau hanya menguntungkan salah satupihak saja. Prinsip-prinsip itu, antara lain:
1.    setiap transaksi pada dasarnya mengikat pihak-pihak yang melakukan transaksi itu sendiri, kecuali transaksi itu ternyata melanggar syariat. Prinsip ini sesuai dengan maksud ayat surat al-Maidah : 1 dan surat al-Isra‟ : 34, yang memerintahkan orang-orang mukmin supaya memenuhi akad atau janjinya apabila mereka melakukan perjanjian dalam suatu transaksi.
2.    butir-butir pererjanjian dalam transaksi itu dirancang dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak secara bebas tatapi penuh tanggung jawab, selama tidak bertentangan dengan peraturan syariat dan adab sopan santun.
3.    setiap transaksi dilakukan secara suka rela, tanpa ada paksaan atau intimidasi dari pihak manapun.
4.    pembuat hukum (syari‟) mewajibkan agar setiap perencanaan transaksi dan pelaksanaannya didasarkan atas niat baik, sehingga segala bentuk penipuan, kecurangan, dan penyelewengan dapat dihindari. Bagi yang tertipu atau dicurigai diberi hak khiar (kebebasan memilih untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi tersebut).
5.    penentuan hak yang muncul dari suatu transaksi diberikan oleh syara‟ pada „urf atau adat untuk menentukan kriteria dan batasannya. Artinya, peranan ‟urf atau adat kebiasaan dalam bidang transaksi sangat menentukan selama syara‟ tidak menentukan lain. Oleh sebab itu, ada juga yang mendefinisi-kan muamalah sebagai hukum syara‟ yang berkaitan dengan masalah keduniaan, seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa. Inti dari kelima prinsip di atas adalah bahwa dalam suatu transaksi yang melahirkan akad perjanjian bersifat mengikat pihak-pihak yang melakukannya; dilakukan secara bebas bertanggung jawab dalam menetukan bentuk perjanjian maupun yang berkenaan dengan hak dan kewajiban masing-masing; atas kemauan kedua belah pihak tanpa ada paksaan; didasari atas niat baik dan kejujuran; dan memenuhi syarat-syarat yang sudah biasa dilakukan, seperti syarat-syarat administrasi, saksi-saksi, agunan dalam pinjam meminjam, dan sebagainya.[2]



[1] Hendi Suhendi, 2002, Fiqh Muamalah, (Jakarta,, PT. RajaGrafindo Persada), hal. 5
[2] Ensiklopedi Islam, hal. 50

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sending children to the boarding school

Stay Active

Belajar dari jepang membentuk komunitas pendidik