filsafat ilmu
G. Problematika ilmu
Dalam rangka membangun wawasan
keilmuan dan terutama sebagai upaya pengembangan keilmuan lebih lanjut,
problematika filsafat ilmu dapat diidentifikasikan bemjadi beberapa aspek
yaitu:
1. Mempelajari struktur fundamental (fundamental structure)
suatu ilmu
Struktur fundamental suatu ilmu adalah hakikat
ilmu itu sendiri. Melihat ilmu dari aspek ini merupakan sumbangan dari
epistimologi in the old fashion, yakni lebih menitik beratkan pada
perspektif apa (objek formal) yang
digunakan suatu ilmu dalam memahami objek kajiannya. Dari sinilah kemudian
dapatdiketahui bahwa suatu perspektif tertentu ternyata bisa dipakai untuk
lebih dari 1 disiplin ilmu dengan
memakai objek formal yang sama. Maka
dapat dipahami pernyataan Qomaruddin Hidayat yang menyatakan bahwa ilmu-ilmu
yang pada awalnya merupakan anak serta cucu- cabang dari ilmu filsafat cenderung mengadakan reuni dalam hal
reunifikasi. Karena dalam filsafat ilmu ternyata beberapa disiplin ilmu bisa
pulang kembali (dikelompokkan) pada pola pikir (epistimologi) yang sama. Selanjutnya
dalam pengembangan ilmu , struktur fundamental juga bisa difahami sebagai
kerangka paradigma keilmuan (asumsi
filosofis), yang dengannya bisa dilihat
konsistensi kerja konsep-konsep
atau teori-teori keilmuannya. Dari sini lah kemudian kita dapat mengetahui
bahwa filsafat ilmu menjadi sangat identik dengan kerangka teori. Sebagian peneliti keilmuan merupakan usaha
terus menerus untuk menafsirkan dan memahami seluk beluk alam lewat kerangka
kerja teoritik yang disusun terlebih
dahulu oleh ilmuan/peneliti. Kerangka kerja teoritik memerankan peran yang
sangat besar dalam menentukan permasalahan ( problem). Sebagian besar peristiwa penting yang tercatat dalam sejarah
ilmu pengetahuan (history of science) selalu merupakan temuan-temuan radikal (
revolution) yang mampu merubah kerangka kerja teoritik keilmuan yang telah
disusun oleh para ilmuan sebelumnya. Teori-teori fundamentallah yang lebih
memerankan peran yang sangat berarti dalam menentukan arti data yang sedang
diteliti. Terlebih lagi data-data yang ada dilapangan, bisa saja terjadi
perubahan data ketika revolusi ilmu pengetahuan terjadi. Bisa jadi tema-tema
yang paling penting dalam filsafat ilmu baru adalah penekanannya pada penelitian yang berkesinambungan dan
bukannya hasil-hasil yang diterima sebagai inti pokok kegiatan ilmu
pengetahuan. Sebgai hasilnya , analisis
terhadap struktur logika dari teori-teori yang telah mapan dan sempurna tidak
lagi begitu menarik dibandingkan
usaha-usaha untuk memahamibasis-basis rasionalitas dari penemuan-penemuan
ilmiah dan perubahan-perubahan kerangka teori.
2. Mempelajari struktur logis(Ilogical structure)
suatu ilmu.
Setiap ilmu memiliki logikanya masing-masing
karena struktur logis dalam suatu ilmu berhubungan dengan pandangan dunianya.
Ini artinya ilmu terkait dengan logika apa yang bermain dibelakang suatu ilmu
tertentu. Oleh karenanya wajar apabila ilmu memiliki karakteristik yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Dengan melihat struktur logis suatu ilmu pada
suatu sisi maka akan bisa difahami tipe-tipe argumen yang diigunakan, sekaligus
sebagai landasan filosofis logis dalam
membuat argumen ilmiah pada sisi yang lainnya.
3. Sesuai dengan sifat heuristik dari filsafat,
filsafat ilmu berusaha mencari terobosan baru agar suatu ilmu tetap dapat
survive, marketable, aktual dan berguna
Munculnya istilah shifting paradigm dalam ilmu
fisika alam oleh Thomas S. Khun dan dalam ilmu-ilmu keislaman oleh Amin
Abdullah adalah sebagai contoh misal dari kerja heuristik filsafat ilmu ini.
Sudah tentu terobosan dimaksud tidak harus berbentuk lahirnya terobosan
paradigma baru. Meski untuk yang satu ini memperoleh perhatian cukup dikalangan
filsafat ilmu , tetapi juga menyangkut hal-hal yang lain yang lebih relatif
lebih sempit misalnya konsep, teori, metode, pendekatan, objek kajian dan
lain-lain. Namun demikian haruslah kita tahu bahwa filsafat ilmu tidaklah
berhubungan dengan kerja teknis kegiatan ilmiah karena hal ini menjadi wilayah
metodologi penelitian ilmuah. Untuk itu kita harus berkembang secara
alamiah baik dalam pengembangan keilmuan
filsafat itu sendiri maupun disiplin-disiplin ilmu yang lain. Hal itu karena
filsafat dapat menanamkan kebiasaan dan melatih akal fikiran untuk bersikap
kritis-analitis dan mampu melahirkan ide-ide segar yang dibutuhkan sehinggademikian ia mampu untuk menjadi alat
intelektual yang sangat penting untuk ilmu-ilmu yang lain terutama ilmu agama
dan teologi.
4. Melakukan kritik (analisis kritis)
Kritik merupakan sifat dasar filsafat . maka
filsafat ilmu tiada hentinya melakukan kritik terhadap setiap ilmu dan
perkembangannya, terutama diarahkan pada adanya keselarasan pada tiga aspek
yaitu epistimologis, metafisika dan aksiologis
H. Ruang Lingkup filsafat ilmu
Filsafat
ilmu dapat dibagi menjadi 2 sisi yaitu sebagai landasan disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofis ilmu pengetahuan. Pertama, sebagai disiplin ilmu filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu
filsafat, dengan demikian juga merupakan disiplin filsafat khusus yaitu ilmu
pengetahuan. Maka ketika kita belajar filsafat ilmu berarti secara fisiologis
kita juga telah mempelajari berbagai hal terkait dengan filsafat ilmu
pengetahuan. Secara teoritis adanya filsafat disini adalah untuk menjelaskan
apa, bagaimana dan untuk apa ilmu pengetahuan itu. Tiga persoalan inilah yang
biasanya disebut dengan ontologi, epistimologi dan aksiologi ilmu pengetahuan. Kedua
sebagai landasan filosofis bagi ilmu pengetahuan. Dalam hal ini filsafat
ilmu lebih dilihat terhadap fungsinya
bahkan aplikasinya dalam kegiatan keilmuan. Dalam pandangan filsafat
ilmu, proses dan hasil keilmuan pada pada jenis ilmu papun itu , sangat
ditentukan oleh landasan filosofis yang mendasarinya, yang memang berfungsi
memberikan kerangka ,mengarahkan, menentukan corak dari keilmuan yang
dihasilkan.
1. Cakupan istilah “Ilmu”
Seperti yang telah kita ketahui bahwa pada
awalnya yangdimaksud dengan filsafat ilmu adalah filsafat sains. Hal ini karena
konon sains lahir dari anak sulung filsafat. Namun seiring dengan kelahiran
ilmu-ilmu, pada kenyataanya disiplin filsafat ilmu memiliki kajian-kajian yang
sangat luas yaitu mulai dari knowledge (pengetahuan), science (ilmu) itu
sendiri baik natural science maupun social science sampai tergolong dalam ilmu
humanities termasuk ilmu keagamaan dan kebahasaan. Hal tersebut biasanya
disebut dengan cultural historical sciences. Sementara itu sebagaimana skema yang dibuat oleh jurgen habernas, bahwa
ilmu pengetahuan terdiri dari:
Ilmu-ilmu empiris-analitis (ilmu-ilmu alam,
juga ilmu hukum dan psikologi), ilmu-ilmu historis-hemeneutis (ilmu agama, ilmu
filsafat, bahasa, sastra, kebudayaan), dan ilmu-ilmu sosial-kritis (ilmu
pollitik, ekonomi dan sosiologi). Melihat luasnya cangkuppan istilah ilmu ini,
kemudian para ahli membedakan antara filsafat ilmu umum dan filsafat ilmu
khusus. Pada era positivistik seperti sekarang ini, sudah tidak ada lagi satu
bangunan keilmuan dalam wilayah apapun termasuk didalamnya wilayah agama-agama
yang terlepas dan tidak terkait sama sekali
dari persoalan kultural, sosial dan bahkan sosial-politik yang
melatarbelakangi munculnya, disusunnya dan bekerjanya sebuah paradigma
keilmuan. Dari uraian singkat ini, terlihat bahwa sebagai suatu bangunan
keilmuan, ilmu-ilmu keislaman juga digerakkan oleh paradigma keilmuan tertentu
sekaligus berjalan atas dialektikanya dengan persoalan aktual sezaman. Dengan
kata lain, ilmu-ilmu keislaman juga mempunyai filsafat ilmu,bahkan sosiologi
ilmu dan sejarah ilmu, dan karenanya juga termasuk dalam diskursus filsafat
ilmu,yang bisa dianalisis bangunan dasarnya dan konsekuensi-konsekuensinya,
baik logis maupun sosiologisnya.
2. Landasan filosofis bagi ilmu
Landasan filosofis bagi ilmu berfungsi untuk
memberi kerangka, mengarahkan, menentukan corak dari keilmuan yang
dihasilkanya. Landasan filosofis yang dimaksud adalah asumsi dasar, paradigma
keilmuan dan kerangka teori (theoritical frmework). Tiga hal inilah yang lazim disebut dengan
filsafat ilmu atau filsafat keilmuan. Ilmu-ilmu lahir dari atau sangat
ditentukan oleh kerangka teori (theoritical framework) yang mendasarinya, yang
wilayahnya lebih umum, sementara kerangka teori lahir dari paradigma tertentu
yang sifatnya juga lebih umum, begitu pula paradigma tertentu juga lahir dari
/berdasarkan asumsi-asumsi yang mendasarinya. Asumsi dasar diidentifikasikan
oleh filsafat ilmu menjadi beberapa aliran pemikiran yang meliputi:
positivisme, postpositivisme, konstrutivisme, dan teori kritis (critical
theory). Masing-masing paradigma tersebut bisa mencangkup bebrapa kerangka
teori, yang secara serius dibangun dan ditawarkan oleh seorang ilmuan atau kelompok ilmuwan tertentu. Dari sini
bisa dipahami, jika bebrapa ilmu kemudian dapat diklasifikasikan menurut
kesamaan karakteristiknya. Yakni atas dasar kesamaan teori atau paradigmanya.
Komentar
Posting Komentar