sejarah akuntansi syari'ah
Pada hakikatnya, praktik pencatatan akuntansi sudah dimulai sejak
terjadinya transaksi bisnis, bahkan sejak adanya kehidupan sosial ekonomi
manusia. Sebagai suatu sistem informasi, akuntansi menghasilkan informasi
keuangan melalui laporan-laporan keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
yang berlaku umum, yang menjadi pedoman informasi bagi pengambil keputusan.
Akuntansi pada sejarahnya mencatatkan bahwa Luca Pacioli adalah
tokoh yang menemukan pembukuan berpasangan (double-entry bookeeping),
namun hal ini digugat kebenarannya, karena Luca Pacioli ternyata bukanlah
pencipta atau perumus hal tersebut, ia hanyalah orang pertama yang melaporkan
teknik pembukuan yang sudah dipraktikkan di Venesia sejak dua abad sebelum ia
menulis bukunya yang berjudul Summa de Arithmatica, Geometrica, et
Proportionalita tahun 1494.. Islam telah mengetahui terlebih dahulu
mengenai hal tersebut. Bahkan Littleton and Yame menduga sistem double-entry
bookeeping ini berasal dari Spanyol dengan alasan kebudayaan dan teknologi
Spanyol pada abad pertengahan tersebut jauh lebih unggul dibandingkan peradaban
Eropa. Dan pada masa itu Spanyol adalah negara Muslim yang merupakan pusat
kebudayaan dan teknologi di Eropa.[1] Robert
Arnold Russel (1986) mengatakan bahwa sebelum double-entry bookeeping yang
dikenalkan Luca Pacioli, sebenarnya telah ada double-entry bookeeping Arab
yang lebih canggih dan menjadi dasar dari pengembangan bisnis di Eropa pada
abad pertengahan. Dalam buku “Accounting Theory”, Vernon Kam (1990)
menulis[2]:
“Menurut sejarahnya, kita mengetahui bahwa sistem pembukuan double-entry
muncul di Italia pada abad ke-13. Itulah catatan paling tua yang kita
miliki mengenai sistem akuntansi “double-entry” sejak akhir abad ke-13
itu. Namun adalah mungkin sistem double-entrysudah ada sebelumnya”
Kutipan ini
menandai anggapan bahwa sumbangan Arab terhadap perkembangan disiplin akuntansi
sangat besar. Dapat kita catat bahwa penggunaan angka arab mempunyai pengaruh
yang amat besar dalam perkembangan ilmu akuntansi.
Akuntansi bukanlah hal yang baru dalam Islam, karena Islam
mengenalnya sejak 600 tahun lalu, dan telah dipraktikkan sejak masa Rasulullah
SAW serta dilanjutkan oleh para Khalifah. Pada konteks negara, prosedur
pencatatan sudah mulai dipraktikkan sejak masa Khalifah Umar bin Khattab, yaitu
pada periode 14-24 H/706-715 M. Pada masa ini Baitul Maal memerlukan
pencatatan formal atas dana-dana yang diperoleh lembaga tersebut dari beberapa
sumber. Kemudian sistem ini berkembang baik pada periode-periode berikutnya.
Akuntansi Islam merupakan suatu seni yang berlandaskan syariah dengan
mengutamakan akuntabilitas (amanah), keadilan dan moral, dan kejujuran serta
kebenaran yang berlandaskan syariah. Hal ini juga sebagai bentuk penyadaran
diri bahwa setiap gerak langkah kita selalu diawasi oleh Allah SWT dan akan
diminta pertanggungjawabannya di hari akhir (Q.S Al-Muthoffifin (63) : 1-3)[3].
Adapun sifat-sifat spesifik akuntansi Islam adalah[4];
1.
Kaidah-kaidah
dasar akuntansi Islam bersumber dari Al-Quran, As-Sunnah dan fiqh.
2.
Akuntansi
Islam dilandasi oleh akidah yang kuat.
3.
Akuntansi
Islam berlandaskan pada akhlak yang baik.
4.
Akuntansi
Islam berkaitan dengan proses keuangan yang sah.
5.
Akuntansi
Islam sangat memerhatikan aspek-aspek tingkah laku sebagai unsur yang berperan
dalam kesatuan ekonomi.
Terkait dengan
akuntansi, Allah juga berfirman dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 282 yang
berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...”
Ayat ini
menjelaskan bahwa dalam berdagang sebaiknya penjual dan pembeli menulis apa
yang dihutangkan dan seharusnya memiliki juru tulis sebagai bentuk keadilan
antara dua belah pihak serta yang berhutang menyebutkan apa saja yang dihutang
sehingga tertulis oleh juru tulis, baik banyak ataupun sedikit, dan kemudian
dibaca kembali, dan jangan pernah bosan menulis semua hutang, baik besar maupu
kecil. Kecuali apabila dalam transaksi tersebut dilaksanakan secara tunai dan
tidak berhutang, maka diperbolehkan untuk tidak mencatatnya. Ada tiga prinsip
yang dapat kita temui dalam ayat tersebut;
1.
Prinsip
pertanggungjawaban
Dalam
Islam, pertanggungjawaban tidak dapat dipisahkan dengan konsep amanah. Implikasinya
dalam akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik tersebut
harus bisa bertanggungjawab atas apa yang telah diamanahkan kepada pihak-pihak
yang bersangkutan
2.
Prinsip
Keadilan
Dalam
konteks akuntansi, kata adil dalam ayat tersebut berarti bahwa setiap transaksi
yang dilakukan harus dicatat dengan benar dan tidak ada kecurangan didalamnya.
3.
Prinsip
Kebenaran
Prinsip
kebenaran sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan prinsip keadilan. Dan
kebenaran ini dapat menciptakan nilai keadilan dalam mengakui, megukur, dan
melaporkan transaksi-transaksi yang ada. Dengan demikian, pegembangan akuntansi
Islam harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi.
DAFTAR BACAAN
Al-Quran Al-Karim
Dewan
Pengurus Nasional FORDEBY dan ADESY. Akuntansi Syariah: Seri Konsep dan
Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Agustus 2016.
Muslim, Sarip. Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik.
Bandung: Pustaka Setia. 2015.
Nurhayati, Sri. Akuntansi Syariah di Indonesia edisi 3.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 2014.
Triyuwono, Iwan. Akuntansi Syariah: Perspektif, Metodologi, dan
Teori. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada. Oktober 2015.
[1] Iwan
Triyuwono, Akuntansi Syariah: Perspektif, Metodologi, dan Teori, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, Oktober 2015), Hal. 22.
[2] Sri Nurhayati,
Akuntansi Syariah di Indonesia edisi 3, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat,
2014), Hal. 82.
[3] Dewan Pengurus
Nasional FORDEBY dan ADESY, Akuntansi Syariah: Seri Konsep dan Aplikasi
Ekonomi dan Bisnis Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Agustus 2016),
Hal. 103.
[4] Sarip Muslim, Akuntansi
Keuangan Syariah: Teori dan Praktik, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), Hal.
33.
Komentar
Posting Komentar