Perjalanan Ekonomi Indonesia Dari 1945-2019


Judul                : Perjalanan Ekonomi Indonesia Dari 1945-2019
Jurnal              : Ministerial Lectures
Vol & Hal        : 60 Hal
Tahun              : 2019
Penulis             : Kementrian Ppn/ Bappenas
Reviewer          : Chindy Chintya Cahya
Tanggal            : 17 Oktober 2019

I.            Latar Belakang
Jasmerah. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Begitu pesan Presiden pertama RI Soekarno dalam pidato terakhirnya pada 17 Agustus 1966. Karena itulah, mempelajari perekonomian Indonesia dari sisi perspektif sejarah, tentunya sangatlah penting. Selama 72 tahun Indonesia merdeka, tujuh Presiden telah memimpin kapal besar bernama Indonesia ini. Pasang-surut perekonomian nasional telah dilalui. Dan setiap era pemerintahan tentunya memiliki tantangan-nya sendiri, yang melahirkan respons kebijakan yang berbeda. Meski begitu, kesinambungan dalam melahirkan beragam kebijakan amatlah diperlukan. Sebab, pembangunan ekonomi haruslah bersifat akumulatif dari pencapaian-pencapaian sebelumnya dan berorientasi jangka panjang.
Dalam konteks itu, pemahaman yang mendalam terhadap sejarah amat diperlukan untuk mendukung perencanaan pembangunan yang berkesinambungan di setiap era pemerintahan. Dengan berkaca pada sejarah pula kita dapat memetik pelajaran dari segala kelebihan dan kekurangan bangsa ini, sebagai modal bersama untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Untuk mencapai itu semua ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi. Salah satu yang terpenting adalah perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Selain itu, dukungan stabilitas politik, sosial dan keamanan tentunya amat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan, yang tak hanya membuahkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga sekaligus melahirkan kesejahteraan rakyat.
Ikhtiar tiada henti itu yang terus diupayakan dalam 72 tahun perjalanan bangsa ini, seperti terangkai dalam booklet dan panel infografik raksasa berukuran 2,4 meter x 17 meter, yang menjadikannya sebagai infografik terpanjang. Diharapkan, melalui tampilan visual ini, sejarah ekonomi Indonesia dapat dengan mudah dipahami. Sekaligus ada pelajaran yang bisa dipetik untuk menyiapkan dan menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka pada 2045 mendatang.
II.            Pembahasan
a.      Era Soekarno
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno, setidaknya Indonesia mengalami tiga fase perekonomian. Mulai dari penataan ekonomi pasca-kemerdekaan, penguatan ekonomi melalui langkah nasionalisasi, hingga timbulnya krisis akibat ekonomi terpusat dan biaya politik yang besar. Ir. Soekarno adalah presiden pertama di Indonesia bersama wakilnya Mohammad Hatta, mereka adalah dua nasionalis terkemuka di Indonesia. Pada periode pemerintahan Soekarno terdapat tiga peristiwa penting yaitu perang kemerdekaan (1945-1950), Demokrasi Parlementer (1950-1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1966). Didalam ketiga peristiwa tersebut terdapat peristiwa yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia yaitu diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia.
Masa perang kemerdekaan (1945-1950) sebagai awal pembuka peristiwa dalam periode ini yang didalamnya terjadi beberapa insiden yang telah tercatat dalam sejarah diantaranya adalah insiden hotel Yamato (agustus 1945), pertempuran lima hari di semarang (peristiwa 10 november dan palagan Ambarawa), pertempuran di Jakarta dan Bojong Kokosan (pertempuran Medan area-desember 1945), pertempuran Lengkong (januari 1945), peristiwa Merah-Puutih Manado (februari 1946), Bandung Lautan Api (maret 1946), pertempuran selat Bali (april 1946), puputan Margarana (november 1946), pertempuran laut Cirebon dan pertempuran lima hari lima malam di Palembang (Januari 1946), pertempuran laut Sibolga (mei 1947), Agresi Militer Belanda (juli-agustus 1947), Agresi Militer Belanda II (desember 1948), Serangan Umum 1 maret di Yogyakarta (maret 1949) Seranga umum di Surakarta (agustus 1949). Hingga pada akhirnya belanda mengakui kemerdekaan RI pada 27 Desember 1949. Namun terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan dari perang kemerdekaan, terutama dalam sektor ekonomi. Diantaranya adalah kerusakan aset produktif, terganggunya kegiatan rutin produksi, terhentinya ekspor-impor karena blokade Belanda, pembiayaan kebutuhan perang dengan mencetak uang baru. Dengan lebih singkatnya dapat dijelaskan bahwa usai perang kemerdekaan Indonesia nyaris mengalami krisis ekonomi, karena pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia yang cenderung menurun. Pada tahun 1945 PDB Indonesia berkisar Rp.393 Triliun hingga pada tahun 1949 menurun menjadi Rp.316 Triliun. Disamping itu juga terjadi penurunan kapasitas produksi pada sektor tanaman pangan, perekonomian rakyat, perkebunan besar, perikanan, serta pertambangan.
Pada akhir masa peran kemerdekaan (1950), Indonesia dihadapkan pada ancaman krisis yg disebabkan oleh utang dan inflasi yang tinggi, oleh karena itu, menteri keuangan Syafrudin mengeluarkan dua kebijakan penting yaitu gunting syafrudin dan sertifikat devisa. Gunting syafrudin adalah kebijakan moneter yang berlaku pada jam 20:00 tanggal 10 maret 1950. Meurut kebijakan itu, “uang merah”  (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp. 5 keatas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semulapada tangal 9 agustus pukul 18.00. mulai 22 maret sampai 16 april, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi. Guntungan kanan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula. Gunting Syafrudin itu juga berlaku bagi simpanan di bank . pecahan Rp.2,50 kebawah tidak mengalami pengguntingan. Demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia). Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu sedang terpuruk, utang numpuk, infasi tinggi, dan harga melambung. Sertifikat Devisa adalah kebijakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendorong ekspor dan menekan ekspor. Pengaruh yang ditimbulkan dari kedua kebijakan ini adalah mengurangi varian uang yg beredar, membatasi dan sekaligus menekan laju inflasi menurunkan harga komonditas pokok, serta menambah pemasukan pemerintah.
Pada periode pasca perang kemerdekaan pembayaran utang KMB dan pembiayaan program nasionalisasi menjadi beban pengeluaran negara. Pada saat itu diadakan konferensi meja bundar atas izin belanda untuk membahas tentang kebijakan ekonomi. Dari sanalah muncul nasionalisasi ekonomi dimana ada bebrapa perusahan swasta berpindah menjadi kepemilikan negara (BUMN). Diantaranya adalah PT perkebunan, PT Negara, Badan penguasaan industrian dan Tambang (BAPPIT), PLN. Bank Indonesia (BI), Bank Umum Negara (BUNEG), Bank Dagang Negara, Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN), PELNI, Garuda Indonesia Airways. Perusahaan Negara Kereta Api. Didalamnya juga terdapat sistem alibaba dan program benteng. Meskipun terbilang sukses, program nasionalisasi menyebabkan turunnya produktivitas dan probabilitas BUMN terbentuk. Sehingga membutuhkan subsidi dari APBN.
Saat berada di fase era demograsi terpimpin, (1959-1965), negara memimpin ekonomi nasional diantaranya seperti sasaran dan kebijakan ekonomi mengacu dan tunduk pada tujuan besar politik negara, BUMN menjadi pelaku sentral ekonomi nasional dan mendapat dukungan penuh dari APBN dan perbankan, Bank sentral menjadi bagian tidak terpisahkan dari pemerintah.
Pada akhir era soekarno terjadi hiperinflasi (1965) karena terjadinya defisit akibat pembiayaan pencetakan uang baru sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu inflasi meroket 592%. Upaya penanganan hiperinflasi yang dikeluarkan pemerintah melalui kebijakan sinering, devaluasi mata uang, dan penerbitan mata uang baru untuk mengatasi hiperinflasi. Namun kebijakan ini gagal karena inflasi mencapai 635% sebab kebijakan tersebut tidak mengatasi sumber utama kenaikan inflasi dan defisit APBN.
Perencanaan pembangunan telah dimulai sejak zaman awal kemerdekaan. Namun karena situasi politik yang tidak stabil dan kondisi perang menyebabkan perencanaan pembangunan masih belum berjalan optimal.
b.      Era Soeharto
Pada awal Pemerintahan Soeharto kondisi ekonomi, sosial dan politik tidak kondusif. Pembangunan nasional dirancang dengan tiga landasan: Stabilitas nasional yang dinamis, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya dikenal sebagai Trilogi Pembangunan. Pada masa pemerintahan presiden yang kedua yaitu Soeharto sering dijuluki sebagai bapak pembangunan Indonesia. Karena pada masanya adalah era pemerintahan yang paling lama dibandingkan presiden-presiden yang lainya, kurang lebih selama 32 tahun, dalam jangka waktu 32 tahun itu soeharto sangant banyak memperikan kemajuan bagi bangsa Indonesia trutama pada bu tani sehingga ia dijuluki sebagai bapak pembangunan.
Pada fase stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi pasca (1965-1969), terjadi perubahan sistem komando menjadi sistem pasar yang didalamnya mencangkup penghapusan bertahap perlakuan khusus bagi BUMN, penyederhanaan prosedur perdagangan luar negri,  pembakuan peran modal asing dan dalam negri melalui UU PMA (1967) dan PMDN (1968), serta pengurangan subsidi-subsidi. Dalam program stabilisasi dan rehabilitasi memiliki empat prioritas yaitu pengendalian inflasi, pencukupan kebutuhan pangan dan sandang, rehabilitasi prasarana ekonomi dan peningkatan kegiatan ekspor.program stabilitasi dan rehabilitasi ekononomi ini telah berhasil menekan inflasi dari 594,3% pada 1965 hingga menjadi 9,89% pada tahun 1969. Disamping itu juga dengan program ini terlah memicu pertumbuhan ekonomi dari 1,08% pada 1965 hingga 6,86% pada 1969. Dari presentase tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa program ini telah terlaksana dengan baiksehingga mampu memperbaiki rana ekonomi dari yang sebelumnya.
Dalam pemerintahan Soeharto juga dibentuk perencanaan pembangunan yaitu Rencana pembangunan lima tahun atau biasa disebut dengan REPELITA. Repelita merupakan turunan dari garis-garis halauan negara yang ditetapkan oleh MPR. Yang nantinya dari Repelita ini akan diturunkan menjadi Sasaran Repelita Tahunan (SARLITA). Semua perencanaan ini ditunjukan untuk dapat mencapai Trilogi Pembangunan yang didalamnya memiliki tiga tujuan utama yaitu Stabilitas Nasional yang Dinamis, Pertumbuhan Ekonomi, Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya. Karena Soeharto adalah presiden yang memiliki masa pemerintahan yang paling lama yaitu selama 6 periode, oleh karena itu ia memiliki enam repelita. Dari perencanaan-perencanaan tersebut memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi naik rata-rata 6,5% pada masa pemerintahan Seharto. Serta tingkat kemiskinan menurun menjadi 17,47% dari angka 60,00%.. begitu pula dengan PDB yang naik serta inflasi yang masih terkontrol.
Disamping itu dalam pemerintahan Soeharo juga infrastruktur dibangun dengan tujuan menuju swasembada beras yang fokusnya adala penyebaran teknologi baru (bibit unggul, pupuk) kepada petani serta pembangunan infrastruktur fisik dan kelembagaan yang diperlukan. Pada masa Oil Boom I dan II ia juga membangun Industri strategis dan subtitusi impor.produksi minyak Indonesia dan perkembangan harga minyak dunia memberikan berkah  sehingga dari harga minyak tersebut dapat membantu dalam meningkatkan investasi pemerintah disektr industri.
Setelah terjadinya peristiwa Oil Boom I dan II Indonesia melepas ketergantungan minyak dengan mendorong ekspor Non-Migas melalui devaluasi nilai tukar. Pada september 1986 devaluasi rupiah meningkat sebesar 31 persen ditambah perubahan sistem kurs dari kurs tetap menjadi mengambang terkendali (2-4% terjadi depresiasi setiap tahunnya). Pada fase itulah terjadi  Gebrakan Sumarlin I (juni 1987) yang didalamnya terjadi perubahan sistem kurs baru mendorong capital outflow. Untuk mengatasi kondisi tersebut, sumarlin melakukan pengetatan moneter dengan cara menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan menginstruksikan deposito BUMN dikonversi menjadi SBI. Kebijakan ini bertujuan untuk menahan pelebaran defisit transaksi berjalan.
Berakhirnya oil boom pada pertengahan 1980-an menuntut pemerintah mencari sumber penerimaan yang baru yaitu dengan melakukan reformasi perpajakan (1980). Dalam kebijakan inilah mulai berlakunya pajak penghasilan (pph), pertambahan nilai (ppn) serta pajak bumi dan bangunan (PBB). Reformasi pajak ini dilkukan dengan mengadakan pembenahan tata kerja dan pelatihan staf di Direktorat Jendral Pajak. Sedangkan reformasi kepabeanan dilakukan dengan mengalihkan fungsi kepabeanan kepada perusahaan onternasional SGS. Selain dengan melakukan reformasi terhadap pajak, untuk melepas ketergantungan pendapatan yang berasal dari minyak Soeharto juga memberlakukan dregulasi investasi dan deregulasi perbankan.
Program pengentasan juga diberlakukan melalui berbagai kebijakan diantaranya impres desa tertinggal, program bantun kesejahteraan fakir miskin, program keluarga muda mandiri, pembinaan karang taruna dan asistensi keluarga miskin, peningkatan intensifikasi pertanian tanaman pangan, program transmigrasi, program pendidikan, pembinaan usaha kecil kredit candak kulak, program peningkatan peran wanita, tabungan kesejahteraan keluarga (takestra) dan kredit usaha kesejahteraan keluarga (kukestra). Melalui program-program ini memberi pengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, yaitu tingkat kemiskinan cendering menurun dari 65% hingga 25%. Selain program pengentasan kemiskinan, pada pemerintahan Soeharto juga diadakan program keluarga berancana untuk mengurangi banyaknya populasi di Indonesia. Program ini diluncurkan pada 8 juni 1989, dan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Sebelum terjadinya krisis 1998 “masa tenang sebelum badai” periode 1990-1996, pertumbuhan ekonomi tinggi diatas 6%, inflasi meski tinggi tetapi menurun ditahun 1996, dan defisit transaksi berjalan terjaga. Tanda-tanda kerawanan yang telah tampak adalah pengawasan perbankan lemah, kredit perbankan membiayai proyek sendiri, nilai tukar overvalued dengan defisit transaksi berjalan yang cukup besar, utang jangka pendek lebih besar dari cadangan devisa.
Pemicu krisis Asia 1998 terjadi pada serangan spekulasi terhadap mata uang, aliran modal keluar, kenaikan utang publik dan swasta. Krisis moneter yang berujung pada krisis ekonomi dan politik mendorong terpuruknya perekonomian indonesia. Inflasi mencapai 77,6 %, rasio utang 57,7%, depresiasi rupiah dari 2.765 menjadi 16..650, befisit transaksi berjalan sebesar 4,1%, suku bunga acuan BI 70 %, dan tingkat kemiskinan 24,2%.
Kebijakan pemerintah untuk menanggulangi krisis tertuang dalam dokumen kesepakatan dengan IMF yang disebut Letter Of Intent (LOI) dalam bentuk bantuan dana yang didalamnya dana pinjaman IMF untuk memperkuat cadangan devisa dan pinjaman dari Bank Dunia dan ADB untuk mendukung APBN.
c.       Era Habibie
Periode pemerintahan BJ Habibie dikenal sebagai masa transisi dari krisis ekonomi ke proses pemulihan. Beragam kebijakan baik di sektor moneter, keuangan dan perbankan, serta korporasi diambil oleh pemerintahan Habibie untuk membangkitkan kembali ekonomi Indonesia dari keterpurukan. Pada saat pemerintahan di masa Habibie adalah masa dimana Bangsa Indonesua mengalami pemulihan pasca krisis ekonomi. Namun masa ini berlangsung sangat singkat dari 21 mei 1998 sampai 20 oktober 1999. Karena disebabkan kecersdasan habibie dalam ilmu teknologi maka ia dijuluki oleh bapak teknologi Indonesia.
Dalam pemerintahannya terdapat beberapa program reformasi ekonomi dan politik seperti restruktural perbankan, konsolidasi fiskal,independensi kebijakan moneter, penyehatan koorporasi, penetapan desentralisasi fiskal, dan kebijakan lainnya. Dari kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan memiliki pengaruh yang sangat baik bagi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Beberapa pengaruh yang nyata adalah seperti tingkat inflasi yang yang drastis menurun sekitar 50,6%, pertumbuhan ekonomi yang membaik sekitar 10% serta nilai tukar rupiah yang cenderung stabil.
d.      Era Abdurrahman Wahid
Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ditandai dengan implementasi desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Selain itu, peneguhan prinsip-prinsip dasar toleransi dan pluralisme, jaminan atas perlindungan hak-hak buruh, persamaan hak melalui perlindungan hak minoritas serta pengentasan kemiskinan melalui gerakan terpadu pengentasan kemiskinan dan proyek pedesaan. Ketika selesainya era pemerintahan habibie,  Abdurrahman Wahid atau yang biasa dijuluki dengan sebutan Gus Dur. Masa pemerintahannya hanya sekitar dua tahun sejak 20 oktober 1999-23 juli 2001. Penerapan desentralisasi fiskal dan ekonomi keberpihakan mencangkup pembagian dana perimbangn, peningkatan kewenangan daerah memungut pajak, dan memungkinkan daerah melakukan pijaman termasuk ke luar negri, hal ini termaktub dalam UU No.25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat.
Dalam pembangunan Indonesia pada periode ini dibuatlah beberapa gebrakan yang tentunya akan memberi pengaruh langsung kepada pertumbuhan ekonomi masyarakat seperti Gardi Taskin (gerakan terpadu pengentasan kemiskinan), pestrukturisasi utang UMKM yang terbelit macet, restrukturisasi utang pengembangan properti, terutama pengembangan rumah sederhana, 17.000 proyek pedesaan yaitu untuk pembangunan sarana dan prasarana dan kredit usaha mikro, yang terakhir adalah kenaikan gaji PNS sepanjang sejarah.
Pencapaian yang dicapai selama masa pemerintahannya adalah tingkap inflasi yang cenderung naik dari 2.0% (1999), 9.4%(2000, 12,6% (2001), pertumbuhan ekonomi yang naik sebesar 4,9% ditahun 2000 dan berakhir pada 3,6% ditahun 2001, disamping itu tingkat kemiskinan menurun  pada tahun 2001 sebesar 18,4%, kuva IHSG yang cenderung stabil, serta nilai tukar rupiah yang membaik.
e.       Era Megawati
Era Presiden Megawati Soekarnoputri ditandai dengan berakhirnya program reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003. Namun, pemerintah melanjutkan program reformasi ekonomi secara mandiri di bawah kendali pemerintah guna memantapkan stabilitas ekonomi makro, melanjutkan restrukturisasi keuangan,serta meningkatkan investasi, ekspor, dan kesempatan kerja. Sampailah pada era dimana pemerintahan Indonesia dipimpin oleh presiden wanita pertama di Indonesia yaitu Megawati Soekarno Putri, strategi pembanguan ekonomi yang diterapkan pada masanya cenderung pada penguatan ketahanan fiskal yang berlangsung selama 3 tahun sejak 23 juli 2001-20 oktober 2004.
Penguatan ketahanan fiskal dan program pasca-program IMF, ketika itu Indonesia dihadapkan kepada tingkat hutang yang tinggi, oleh karena itu pemerintah fokus memperkuat ketahanan fiskal. Untuk pengelolaan fiskal yang lebih hati-hati, UU No.17/2003 tentang keuangan negara keluar pada masa ini yaitu menekankan bahwa defisit anggaran tidak boleh lebih dari 3,0 % PDB dan rasio utang tidak boleh lebih dari 60 % dari PDB. Sejak saat itu juga format APBN mengalami perubahan, sejalan dengan UU 17/2003, format APBN berubah dari T-Account menjadi i-Account.
Pencapaian pembangunan ekonomi era megawati adalah pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik dari skala 3,6% menjadi 5,0% ditahun 2004, tingkat kemiskinan menurun dari 18,41% pada 2001 menjadi 16,66 pada 2004, PDB perkapita berdasarkan USD harga berlaku meningkat dari 748% pada 2001 menjadi 1.150% pada 2004, disamping itu inflasi menurun dari 12,6 menjadi 6,4 di tahun 2004.


f.       Era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan masa kebangkitan Indonesia pasca-krisis ekonomi. Disambut dengan booming harga komoditas, Indonesia kemudian harus menghadapi krisis keuangan dunia 2008 yang membuat pertumbuhan ekonomi menurun. Ekonomi Indonesia kembali meningkat pasca-krisis akibat kelanjutan booming harga komoditas yang kemudian perlahan melambat seiring perlambatan ekonomi dunia. Selama masa pemerintahan era SBY iya dijuluki dengan seorang yang memiliki the thinking general, ia memfokuskan kebijakan-kebijakannya untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi ditengah krisis keuangan global. Masa pemerintahan SBY berlangsung selama dua periode yaitu dari 20 oktober 2004-20 oktober 2014.
Visi pembangunan 2005-2025 adalan INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL dan MAKMUR. Sasaran pokok pembangunan jangka panjang nasional diupayakan secara bertahap melalui RPJMN lima tahunan sebagai berikut:
                               I.            RPJMN 2005-2009 yaitu menata kembali dan membangun Indonesia disegala bidang yang ditunjukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat.
                            II.            RPJMN 2010-2014 yaitu memantapkan penataan kembali Indonesia di Segala bidang dengan menekan upaya peningkatan kualitas SDM termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian.
                         III.            RPJMN 2015-2019 yaitu memantapkan pembangunan secara menyeluruh diberbagai bidang dengan menekankan pencapaiana daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat.
                         IV.            RPJMN 2020-2024 yaitu mewujudkan masyarakat indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan diberbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif diberbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.
Tiga kata kunci dari keseluruhan RPJMN adalah struktur perekonomian yang kokoh, keunggulan kompetitif dan SDM yang berkualitas. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dimasa SBY didukung oleh tingginya harga komonditas internasional dan kebijakan QE yang mendorong investasi masuk keindonesia. Meski disatu sisi memberikan dampak positif, tetapi harga minyak meningkatkan beban subsidi energi.
Pada 2008 terjadi krisis keuangan global yang disebabkan beberapa faktor yaitu kolapsnya perumahan AS (subrime mortgage, kolapsnya bank besar AS dan negara maju ( investment bank besar seperti lehman brothers), kolapsnya sektor keuangan, terutama pasar modal, seluruh faktor diatas memberikan dampak terhadap kondisi ekonomi global termasuk negara berkembang. Perekonomian Indonesia mampu bertahan, salah satu yang tertinggi di Dunia, salah satunya karena paket kebijakan stimulus fiskal 2009. Selain krisis yang terjadi pada 2008, ada lima negara berkembang yang masuk dalam Another Mini Crisis- Fragile Five, didalamnya termasuk Indonesia, Afrika Selatan, Brazil, Turki, dan India karena mengalami defisit transaksi berjalan yang tinggi dan rentan terhadap normalisasi kebijakan moneter AS. Tapering off mendorong arus modal keluar yang menyebabkkan pelemahan rupiah dan penurunan cadangan devisa. Dan dalam masa pemerintahan inilah dibangunnya koridor-koridor ekonomi yang nantinya akan dapat mempermudah kegiatan perekonomian Indonesia.
Pencapaian pemangunan ekonomi SBY (2005-2015) adalah pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,7%, tingkat kemiskinan menurun  sekitar 5%, PDB perkapita (USD harga berlaku) meningkat menjadi 3.492 (2014) dari 1.263 (2005).
g.      Era Joko Widodo
Ekonomi dunia masih diliputi ketidakpastian. Pemerintahan Jokowi mengusung program Nawacita dengan mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur agar mampu berdaya saing tinggi. Postur APBN dirombak untuk mendukung kegiatan produktif, menciptakan terobosan untuk menarik investasi, serta mengatur kembali kebijakan-kebijakan ekonomi untuk mendorong efisiensi. Di tengah upaya menaikkan pertumbuhan, pemerintahan ini menjalankan program-program pemerataan. Pada masa pemerintahan presiden Jokowi fokus pada pembangunan infrastuktur yang dimaksudkan untuk kesejahteraan. Selama masa pemerintahan ia memiliki perencanaan unggulan yang dikenal dengan NAWACITA. Dalam program ini ada 9 perencanaan diantaranya adalah:
1)      Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberika rasa aman kepada seluruh warga negara.
2)      Membuat pemerintah untuk selalu hadir dengan membangun tata kelola, pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
3)      Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
4)      Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakkan hukum yang bebas korupsi, bermatabat serta terpercaya.
5)      Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Yaitu dengan cara program Indonesia Pintar melalui wajib belajar 12 tahun tanpa dimintai pungutan biaya.
6)      Meningkatkan produktivitas dan daya saing pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju serta bangkit bersama dengan bangsa Asia lainnya.
7)      Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategi ekonomi domestik.
8)      Membangun revolusi karakter bangsa, dengan cara membangun pendidikan kewarganegaraan serta penyeragaman sistem pendidikan nasional.
9)      Memperkuat kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Dalam pemerintahannya Ia juga mengambil paket kebijakan ekonomi yang berisi 16 paket untuk meningkatkan daya saing industri nasional, ekspor dan investasi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. 6 area reformasi yang dibentuk adalah untuk menigkatkan iklim investasi, mendorong daya saing industri, promosi pariwisata, meningkatkan efisiensi loistik, stimulasi ekspor serta memperkuat daya beli masyarakat.
Perbaikan iklim investasi juga dilakukan sehingga indonesia mampu meraih status negara investment grade dari semua lembaga rating. Selai itu juga pembangunan infrastruktur yang mencangkup 15 sektor program pun dilaksanakan dari sektor industri, pelabuhan, pertanian, ,jalan, bendungan, energi dan lainnya. Pembangunan infrastruktur mampu membalik laju penurunan stok infrastruktur. Selain itu kebijakan reformasi fiskal juga dilakukan dengan mengalokasikan anggaran kesektor produktif. Keberhasilan penerapan amnesti pajak dilakukan dengan pengumpulan uang teusan pajak sepanjang juli 2016-maret 2017 dan Indonesia merupakan negara penerima pajak terbesar di dunia, dengan presentase deklarasi properti dan repatriasi ssebesar 115 Triliun, serta penerimaan negara  yang mencapai angka 135,6 Triliun.
Karena melihat kelemahan di Indonesia yaitu kurangnya keahlian SDM, maka pemerintah mengadakan program pembangunan SDM vokasi. Program ini dilakukan dengan jangka waktu5 tahun dengan rincian 2015-2017 dilakukan percepatan pembangunan sedangkan sejak 2018-2019 baru dilakukan pembangunan SDM.
Selain itu pemerataan pembangunan Ekonomi dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan pembangunan desa yakni dengan membangun dari desa, alokasi dana desa meningkat, kedua dengan reformasi agraria yakni dengan pembagian akses lahan yang adil kepada seluruh masyarakat, dan yang terakhir melalui bantuan sosial tepat sasaran dengan cara skema bantuan pangan non tunai (BPNT) untuk bantuan yang lebih tepat sasaran.
Pencapaian pembangunan ekonomi pada masa pemerintahan presiden Joko Widodo adalah pertumbungan ekonomi yang meningkat denganrata-rata 5,0%, tingkat kemiskinan yang menurun menjadi 9,41% pada maret 2019, PDB perkapita mencapai 3.894 pada tahun 2018, serta tingkat inflasi yang stabil  dengan tingkat 3,1 % pada tahun 2018.
III.            Pendapat (Perbandingan dengan ekonomi masa kini)
Tantangan perekonomian Indonesia pada 2019 dan tahun-tahun mendatang pun diperkirakan tidak akan berkurang. Malah, sejak jauh-jauh hari banyak ekonom nasional dan global yang memperkirakan tantangan lebih berat menanti di masa mendatang.
Isu perang dagang yang memanaskan Amerika Serikat dan China pun sudah terbukti menyeret peta ekonomi politik global. Belum lagi kondisi ekonomi di Amerika Serikat yang diperkirakan bakal memperketat kebijakan moneternya, ditakar bakal menarik pulang greenback ke negeri asalnya, yang sudah pasti menekan nilai tukar mata uang negara lain termasuk rupiah. Dari dalam negeri, persoalan dasar industrialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, juga masih menjadi pekerjaan rumah tiada usai bagi pemerintahan, siapa pun itu yang berkuasa.
Menjelang tutup tahun 2018, terbukti sejumlah kebijakan yang muncul juga kembali berkutat pada komoditas mentah, yang pada beberapa tahun sempat diupayakan untuk dikurangi dengan mengedepankan nilai tambah ketika diekspor, selain relaksasi. Di luar perdagangan, sektor-sektor ekonomi lain yang diharapkan bisa mendongkrak pertumbuhan juga belum banyak unjuk gigi. Jasa dan pariwisata masih menjadi tumpuan bersanding dengan konsumsi.
IV.            Kesimpulan
Dalam perjalanannya, Indonesia mencatatkan pasang-surut pertumbuhan ekonomi. JEO ini merangkum jejak pertumbuhan itu dari masa ke masa pemerintahan tujuh presiden yang pernah memimpin Indonesia, dari Soekarno sampai Joko Widodo (Jokowi).
Sebagai data awal, per kuartal III-2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,17 persen, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 5,06 persen. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi 2017 mencapai 5,07 persen, angka tertinggi sejak 2014.
Memang, angka itu masih di bawah pertumbuhan ekonomi masa pemerintahan Soeharto yang sempat menembus 10 persen, sehingga ketika itu Indonesia dipuja-puji sebagai salah Macan Asia. Bahkan, kinerja ekonomi saat ini masih di bawah capaian pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang bisa di atas 6 persen.
Namun, kondisi perekonomian Indonesia sekarang tetap dinilai sudah mulai stabil, setelah mengalami kejatuhan pada krisis 1998. Saat itu inflasi meroket drastis 80 persen dengan pertumbuhan ekonominya minus.
"Sekarang kita jelas tumbuh lebih baik, meski pertumbuhan di bawah zaman Orde Baru tapi reformasi ekonomi kita menunjukkan perbaikan pesat," 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

sending children to the boarding school

Stay Active

Belajar dari jepang membentuk komunitas pendidik