Perjalanan Ekonomi Indonesia Dari 1945-2019
Judul : Perjalanan Ekonomi Indonesia
Dari 1945-2019
Jurnal : Ministerial Lectures
Vol & Hal : 60 Hal
Tahun : 2019
Penulis : Kementrian Ppn/ Bappenas
Reviewer : Chindy Chintya Cahya
Tanggal : 17 Oktober 2019
I.
Latar Belakang
Jasmerah.
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Begitu pesan Presiden pertama RI
Soekarno dalam pidato terakhirnya pada 17 Agustus 1966. Karena itulah,
mempelajari perekonomian Indonesia dari sisi perspektif sejarah, tentunya
sangatlah penting. Selama 72 tahun Indonesia merdeka, tujuh Presiden telah
memimpin kapal besar bernama Indonesia ini. Pasang-surut perekonomian nasional
telah dilalui. Dan setiap era pemerintahan tentunya memiliki tantangan-nya
sendiri, yang melahirkan respons kebijakan yang berbeda. Meski begitu, kesinambungan
dalam melahirkan beragam kebijakan amatlah diperlukan. Sebab, pembangunan
ekonomi haruslah bersifat akumulatif dari pencapaian-pencapaian sebelumnya dan
berorientasi jangka panjang.
Dalam konteks
itu, pemahaman yang mendalam terhadap sejarah amat diperlukan untuk mendukung
perencanaan pembangunan yang berkesinambungan di setiap era pemerintahan.
Dengan berkaca pada sejarah pula kita dapat memetik pelajaran dari segala
kelebihan dan kekurangan bangsa ini, sebagai modal bersama untuk mencapai tujuan
yang dicita-citakan. Untuk mencapai itu semua ada sejumlah prasyarat yang harus
dipenuhi. Salah satu yang terpenting adalah perbaikan kualitas sumber daya
manusia Indonesia. Selain itu, dukungan stabilitas politik, sosial dan keamanan
tentunya amat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan,
yang tak hanya membuahkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga sekaligus melahirkan
kesejahteraan rakyat.
Ikhtiar tiada
henti itu yang terus diupayakan dalam 72 tahun perjalanan bangsa ini, seperti
terangkai dalam booklet dan panel infografik raksasa berukuran 2,4 meter x 17
meter, yang menjadikannya sebagai infografik terpanjang. Diharapkan, melalui
tampilan visual ini, sejarah ekonomi Indonesia dapat dengan mudah dipahami.
Sekaligus ada pelajaran yang bisa dipetik untuk menyiapkan dan menyongsong 100
tahun Indonesia merdeka pada 2045 mendatang.
II.
Pembahasan
a. Era Soekarno
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno, setidaknya Indonesia mengalami
tiga fase perekonomian. Mulai dari penataan ekonomi pasca-kemerdekaan,
penguatan ekonomi melalui langkah nasionalisasi, hingga timbulnya krisis akibat
ekonomi terpusat dan biaya politik yang besar. Ir. Soekarno adalah presiden
pertama di Indonesia bersama wakilnya Mohammad Hatta, mereka adalah dua
nasionalis terkemuka di Indonesia. Pada periode pemerintahan Soekarno terdapat
tiga peristiwa penting yaitu perang kemerdekaan (1945-1950), Demokrasi
Parlementer (1950-1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1966). Didalam ketiga
peristiwa tersebut terdapat peristiwa yang sangat bersejarah bagi bangsa
Indonesia yaitu diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia.
Masa perang kemerdekaan (1945-1950) sebagai awal pembuka peristiwa dalam
periode ini yang didalamnya terjadi beberapa insiden yang telah tercatat dalam
sejarah diantaranya adalah insiden hotel Yamato (agustus 1945), pertempuran
lima hari di semarang (peristiwa 10 november dan palagan Ambarawa), pertempuran
di Jakarta dan Bojong Kokosan (pertempuran Medan area-desember 1945),
pertempuran Lengkong (januari 1945), peristiwa Merah-Puutih Manado (februari
1946), Bandung Lautan Api (maret 1946), pertempuran selat Bali (april 1946),
puputan Margarana (november 1946), pertempuran laut Cirebon dan pertempuran
lima hari lima malam di Palembang (Januari 1946), pertempuran laut Sibolga (mei
1947), Agresi Militer Belanda (juli-agustus 1947), Agresi Militer Belanda II
(desember 1948), Serangan Umum 1 maret di Yogyakarta (maret 1949) Seranga umum
di Surakarta (agustus 1949). Hingga pada akhirnya belanda mengakui kemerdekaan
RI pada 27 Desember 1949. Namun terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan dari
perang kemerdekaan, terutama dalam sektor ekonomi. Diantaranya adalah kerusakan
aset produktif, terganggunya kegiatan rutin produksi, terhentinya ekspor-impor
karena blokade Belanda, pembiayaan kebutuhan perang dengan mencetak uang baru.
Dengan lebih singkatnya dapat dijelaskan bahwa usai perang kemerdekaan
Indonesia nyaris mengalami krisis ekonomi, karena pendapatan domestik bruto
(PDB) Indonesia yang cenderung menurun. Pada tahun 1945 PDB Indonesia berkisar
Rp.393 Triliun hingga pada tahun 1949 menurun menjadi Rp.316 Triliun. Disamping
itu juga terjadi penurunan kapasitas produksi pada sektor tanaman pangan,
perekonomian rakyat, perkebunan besar, perikanan, serta pertambangan.
Pada akhir masa peran kemerdekaan (1950), Indonesia dihadapkan pada ancaman
krisis yg disebabkan oleh utang dan inflasi yang tinggi, oleh karena itu,
menteri keuangan Syafrudin mengeluarkan dua kebijakan penting yaitu gunting
syafrudin dan sertifikat devisa. Gunting syafrudin adalah
kebijakan moneter yang berlaku pada jam 20:00 tanggal 10 maret 1950. Meurut
kebijakan itu, “uang merah” (uang NICA)
dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp. 5 keatas digunting menjadi dua.
Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai
setengah dari nilai semulapada tangal 9 agustus pukul 18.00. mulai 22 maret
sampai 16 april, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di
bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut maka
bagian kiri itu tidak berlaku lagi. Guntungan kanan tidak berlaku, tetapi dapat
ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula. Gunting
Syafrudin itu juga berlaku bagi simpanan di bank . pecahan Rp.2,50 kebawah
tidak mengalami pengguntingan. Demikian pula uang ORI (Oeang Republik
Indonesia). Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang
saat itu sedang terpuruk, utang numpuk, infasi tinggi, dan harga melambung. Sertifikat
Devisa adalah kebijakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendorong
ekspor dan menekan ekspor. Pengaruh yang ditimbulkan dari kedua kebijakan ini
adalah mengurangi varian uang yg beredar, membatasi dan sekaligus menekan laju
inflasi menurunkan harga komonditas pokok, serta menambah pemasukan pemerintah.
Pada periode pasca perang kemerdekaan pembayaran utang KMB dan pembiayaan
program nasionalisasi menjadi beban pengeluaran negara. Pada saat itu diadakan
konferensi meja bundar atas izin belanda untuk membahas tentang kebijakan
ekonomi. Dari sanalah muncul nasionalisasi ekonomi dimana ada bebrapa perusahan
swasta berpindah menjadi kepemilikan negara (BUMN). Diantaranya adalah PT
perkebunan, PT Negara, Badan penguasaan industrian dan Tambang (BAPPIT), PLN.
Bank Indonesia (BI), Bank Umum Negara (BUNEG), Bank Dagang Negara, Bank
Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN), PELNI, Garuda Indonesia Airways. Perusahaan
Negara Kereta Api. Didalamnya juga terdapat sistem alibaba dan program benteng.
Meskipun terbilang sukses, program nasionalisasi menyebabkan turunnya
produktivitas dan probabilitas BUMN terbentuk. Sehingga membutuhkan subsidi
dari APBN.
Saat berada di fase era demograsi terpimpin,
(1959-1965), negara memimpin ekonomi nasional diantaranya seperti sasaran dan
kebijakan ekonomi mengacu dan tunduk pada tujuan besar politik negara, BUMN
menjadi pelaku sentral ekonomi nasional dan mendapat dukungan penuh dari APBN
dan perbankan, Bank sentral menjadi bagian tidak terpisahkan dari pemerintah.
Pada akhir era soekarno terjadi hiperinflasi (1965) karena terjadinya
defisit akibat pembiayaan pencetakan uang baru sebanyak-banyaknya. Oleh karena
itu inflasi meroket 592%. Upaya penanganan hiperinflasi yang dikeluarkan
pemerintah melalui kebijakan sinering, devaluasi mata uang, dan penerbitan mata
uang baru untuk mengatasi hiperinflasi. Namun kebijakan ini gagal karena
inflasi mencapai 635% sebab kebijakan tersebut tidak mengatasi sumber utama
kenaikan inflasi dan defisit APBN.
Perencanaan pembangunan telah dimulai sejak zaman awal kemerdekaan. Namun
karena situasi politik yang tidak stabil dan kondisi perang menyebabkan
perencanaan pembangunan masih belum berjalan optimal.
b. Era Soeharto
Pada awal Pemerintahan Soeharto kondisi ekonomi, sosial dan politik tidak
kondusif. Pembangunan nasional dirancang dengan tiga landasan: Stabilitas
nasional yang dinamis, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta pemerataan
pembangunan dan hasilhasilnya dikenal sebagai Trilogi Pembangunan. Pada masa
pemerintahan presiden yang kedua yaitu Soeharto sering dijuluki sebagai bapak
pembangunan Indonesia. Karena pada masanya adalah era pemerintahan yang paling
lama dibandingkan presiden-presiden yang lainya, kurang lebih selama 32 tahun,
dalam jangka waktu 32 tahun itu soeharto sangant banyak memperikan kemajuan
bagi bangsa Indonesia trutama pada bu tani sehingga ia dijuluki sebagai bapak
pembangunan.
Pada fase stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi pasca (1965-1969), terjadi
perubahan sistem komando menjadi sistem pasar yang didalamnya mencangkup
penghapusan bertahap perlakuan khusus bagi BUMN, penyederhanaan prosedur
perdagangan luar negri, pembakuan peran
modal asing dan dalam negri melalui UU PMA (1967) dan PMDN (1968), serta
pengurangan subsidi-subsidi. Dalam program stabilisasi dan rehabilitasi
memiliki empat prioritas yaitu pengendalian inflasi, pencukupan kebutuhan
pangan dan sandang, rehabilitasi prasarana ekonomi dan peningkatan kegiatan
ekspor.program stabilitasi dan rehabilitasi ekononomi ini telah berhasil
menekan inflasi dari 594,3% pada 1965 hingga menjadi 9,89% pada tahun 1969. Disamping
itu juga dengan program ini terlah memicu pertumbuhan ekonomi dari 1,08% pada
1965 hingga 6,86% pada 1969. Dari presentase tersebut kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa program ini telah terlaksana dengan baiksehingga mampu
memperbaiki rana ekonomi dari yang sebelumnya.
Dalam pemerintahan Soeharto juga dibentuk perencanaan pembangunan yaitu Rencana
pembangunan lima tahun atau biasa disebut dengan REPELITA. Repelita merupakan
turunan dari garis-garis halauan negara yang ditetapkan oleh MPR. Yang nantinya
dari Repelita ini akan diturunkan menjadi Sasaran Repelita Tahunan (SARLITA). Semua
perencanaan ini ditunjukan untuk dapat mencapai Trilogi Pembangunan yang
didalamnya memiliki tiga tujuan utama yaitu Stabilitas Nasional yang Dinamis,
Pertumbuhan Ekonomi, Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya. Karena Soeharto
adalah presiden yang memiliki masa pemerintahan yang paling lama yaitu selama 6
periode, oleh karena itu ia memiliki enam repelita. Dari
perencanaan-perencanaan tersebut memiliki pengaruh positif terhadap
perkembangan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi naik rata-rata 6,5% pada masa
pemerintahan Seharto. Serta tingkat kemiskinan menurun menjadi 17,47% dari
angka 60,00%.. begitu pula dengan PDB yang naik serta inflasi yang masih
terkontrol.
Disamping itu dalam pemerintahan Soeharo juga infrastruktur dibangun dengan
tujuan menuju swasembada beras yang fokusnya adala penyebaran teknologi baru
(bibit unggul, pupuk) kepada petani serta pembangunan infrastruktur fisik dan
kelembagaan yang diperlukan. Pada masa Oil Boom I dan II ia juga membangun
Industri strategis dan subtitusi impor.produksi minyak Indonesia dan
perkembangan harga minyak dunia memberikan berkah sehingga dari harga minyak tersebut dapat
membantu dalam meningkatkan investasi pemerintah disektr industri.
Setelah terjadinya peristiwa Oil Boom I dan II Indonesia melepas
ketergantungan minyak dengan mendorong ekspor Non-Migas melalui devaluasi nilai
tukar. Pada september 1986 devaluasi rupiah meningkat sebesar 31 persen
ditambah perubahan sistem kurs dari kurs tetap menjadi mengambang terkendali
(2-4% terjadi depresiasi setiap tahunnya). Pada fase itulah terjadi Gebrakan Sumarlin I (juni 1987) yang
didalamnya terjadi perubahan sistem kurs baru mendorong capital outflow. Untuk
mengatasi kondisi tersebut, sumarlin melakukan pengetatan moneter dengan cara
menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan menginstruksikan
deposito BUMN dikonversi menjadi SBI. Kebijakan ini bertujuan untuk menahan
pelebaran defisit transaksi berjalan.
Berakhirnya oil boom pada pertengahan 1980-an menuntut pemerintah mencari
sumber penerimaan yang baru yaitu dengan melakukan reformasi perpajakan (1980).
Dalam kebijakan inilah mulai berlakunya pajak penghasilan (pph), pertambahan
nilai (ppn) serta pajak bumi dan bangunan (PBB). Reformasi pajak ini dilkukan
dengan mengadakan pembenahan tata kerja dan pelatihan staf di Direktorat
Jendral Pajak. Sedangkan reformasi kepabeanan dilakukan dengan mengalihkan
fungsi kepabeanan kepada perusahaan onternasional SGS. Selain dengan melakukan
reformasi terhadap pajak, untuk melepas ketergantungan pendapatan yang berasal
dari minyak Soeharto juga memberlakukan dregulasi investasi dan deregulasi
perbankan.
Program pengentasan juga diberlakukan melalui berbagai kebijakan
diantaranya impres desa tertinggal, program bantun kesejahteraan fakir miskin,
program keluarga muda mandiri, pembinaan karang taruna dan asistensi keluarga
miskin, peningkatan intensifikasi pertanian tanaman pangan, program
transmigrasi, program pendidikan, pembinaan usaha kecil kredit candak kulak,
program peningkatan peran wanita, tabungan kesejahteraan keluarga (takestra)
dan kredit usaha kesejahteraan keluarga (kukestra). Melalui program-program ini
memberi pengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, yaitu tingkat kemiskinan
cendering menurun dari 65% hingga 25%. Selain program pengentasan kemiskinan,
pada pemerintahan Soeharto juga diadakan program keluarga berancana untuk
mengurangi banyaknya populasi di Indonesia. Program ini diluncurkan pada 8 juni
1989, dan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan penduduk di
Indonesia.
Sebelum terjadinya krisis 1998 “masa tenang sebelum badai” periode
1990-1996, pertumbuhan ekonomi tinggi diatas 6%, inflasi meski tinggi tetapi
menurun ditahun 1996, dan defisit transaksi berjalan terjaga. Tanda-tanda
kerawanan yang telah tampak adalah pengawasan perbankan lemah, kredit perbankan
membiayai proyek sendiri, nilai tukar overvalued dengan defisit transaksi
berjalan yang cukup besar, utang jangka pendek lebih besar dari cadangan
devisa.
Pemicu krisis Asia 1998 terjadi pada serangan spekulasi terhadap mata uang,
aliran modal keluar, kenaikan utang publik dan swasta. Krisis moneter yang
berujung pada krisis ekonomi dan politik mendorong terpuruknya perekonomian
indonesia. Inflasi mencapai 77,6 %, rasio utang 57,7%, depresiasi rupiah dari
2.765 menjadi 16..650, befisit transaksi berjalan sebesar 4,1%, suku bunga
acuan BI 70 %, dan tingkat kemiskinan 24,2%.
Kebijakan pemerintah untuk menanggulangi krisis tertuang dalam dokumen
kesepakatan dengan IMF yang disebut Letter Of Intent (LOI) dalam bentuk bantuan
dana yang didalamnya dana pinjaman IMF untuk memperkuat cadangan devisa dan
pinjaman dari Bank Dunia dan ADB untuk mendukung APBN.
c. Era Habibie
Periode pemerintahan BJ Habibie dikenal sebagai masa transisi dari krisis
ekonomi ke proses pemulihan. Beragam kebijakan baik di sektor moneter, keuangan
dan perbankan, serta korporasi diambil oleh pemerintahan Habibie untuk
membangkitkan kembali ekonomi Indonesia dari keterpurukan. Pada saat
pemerintahan di masa Habibie adalah masa dimana Bangsa Indonesua mengalami
pemulihan pasca krisis ekonomi. Namun masa ini berlangsung sangat singkat dari
21 mei 1998 sampai 20 oktober 1999. Karena disebabkan kecersdasan habibie dalam
ilmu teknologi maka ia dijuluki oleh bapak teknologi Indonesia.
Dalam pemerintahannya terdapat beberapa program reformasi ekonomi dan
politik seperti restruktural perbankan, konsolidasi fiskal,independensi
kebijakan moneter, penyehatan koorporasi, penetapan desentralisasi fiskal, dan
kebijakan lainnya. Dari kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan memiliki
pengaruh yang sangat baik bagi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Beberapa
pengaruh yang nyata adalah seperti tingkat inflasi yang yang drastis menurun
sekitar 50,6%, pertumbuhan ekonomi yang membaik sekitar 10% serta nilai tukar
rupiah yang cenderung stabil.
d. Era Abdurrahman Wahid
Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ditandai dengan
implementasi desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Selain itu, peneguhan
prinsip-prinsip dasar toleransi dan pluralisme, jaminan atas perlindungan
hak-hak buruh, persamaan hak melalui perlindungan hak minoritas serta
pengentasan kemiskinan melalui gerakan terpadu pengentasan kemiskinan dan
proyek pedesaan. Ketika selesainya era pemerintahan habibie, Abdurrahman Wahid atau yang biasa dijuluki
dengan sebutan Gus Dur. Masa pemerintahannya hanya sekitar dua tahun sejak 20
oktober 1999-23 juli 2001. Penerapan desentralisasi fiskal dan ekonomi
keberpihakan mencangkup pembagian dana perimbangn, peningkatan kewenangan
daerah memungut pajak, dan memungkinkan daerah melakukan pijaman termasuk ke
luar negri, hal ini termaktub dalam UU No.25 Tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintahan pusat.
Dalam pembangunan Indonesia pada periode ini dibuatlah beberapa gebrakan
yang tentunya akan memberi pengaruh langsung kepada pertumbuhan ekonomi
masyarakat seperti Gardi Taskin (gerakan terpadu pengentasan kemiskinan),
pestrukturisasi utang UMKM yang terbelit macet, restrukturisasi utang
pengembangan properti, terutama pengembangan rumah sederhana, 17.000 proyek
pedesaan yaitu untuk pembangunan sarana dan prasarana dan kredit usaha mikro,
yang terakhir adalah kenaikan gaji PNS sepanjang sejarah.
Pencapaian yang dicapai selama masa
pemerintahannya adalah tingkap inflasi yang cenderung naik dari 2.0% (1999),
9.4%(2000, 12,6% (2001), pertumbuhan ekonomi yang naik sebesar 4,9% ditahun
2000 dan berakhir pada 3,6% ditahun 2001, disamping itu tingkat kemiskinan
menurun pada tahun 2001 sebesar 18,4%,
kuva IHSG yang cenderung stabil, serta nilai tukar rupiah yang membaik.
e. Era Megawati
Era Presiden Megawati Soekarnoputri ditandai dengan berakhirnya program
reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003. Namun, pemerintah
melanjutkan program reformasi ekonomi secara mandiri di bawah kendali
pemerintah guna memantapkan stabilitas ekonomi makro, melanjutkan
restrukturisasi keuangan,serta meningkatkan investasi, ekspor, dan kesempatan
kerja. Sampailah pada era dimana pemerintahan Indonesia dipimpin oleh presiden
wanita pertama di Indonesia yaitu Megawati Soekarno Putri, strategi pembanguan ekonomi
yang diterapkan pada masanya cenderung pada penguatan ketahanan fiskal yang
berlangsung selama 3 tahun sejak 23 juli 2001-20 oktober 2004.
Penguatan ketahanan fiskal dan program pasca-program IMF, ketika itu
Indonesia dihadapkan kepada tingkat hutang yang tinggi, oleh karena itu
pemerintah fokus memperkuat ketahanan fiskal. Untuk pengelolaan fiskal yang
lebih hati-hati, UU No.17/2003 tentang keuangan negara keluar pada masa ini
yaitu menekankan bahwa defisit anggaran tidak boleh lebih dari 3,0 % PDB dan
rasio utang tidak boleh lebih dari 60 % dari PDB. Sejak saat itu juga format
APBN mengalami perubahan, sejalan dengan UU 17/2003, format APBN berubah dari
T-Account menjadi i-Account.
Pencapaian pembangunan ekonomi era megawati adalah pertumbuhan ekonomi yang
semakin membaik dari skala 3,6% menjadi 5,0% ditahun 2004, tingkat kemiskinan
menurun dari 18,41% pada 2001 menjadi 16,66 pada 2004, PDB perkapita
berdasarkan USD harga berlaku meningkat dari 748% pada 2001 menjadi 1.150% pada
2004, disamping itu inflasi menurun dari 12,6 menjadi 6,4 di tahun 2004.
f. Era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan masa
kebangkitan Indonesia pasca-krisis ekonomi. Disambut dengan booming harga
komoditas, Indonesia kemudian harus menghadapi krisis keuangan dunia 2008 yang
membuat pertumbuhan ekonomi menurun. Ekonomi Indonesia kembali meningkat
pasca-krisis akibat kelanjutan booming harga komoditas yang kemudian perlahan
melambat seiring perlambatan ekonomi dunia. Selama masa pemerintahan era SBY
iya dijuluki dengan seorang yang memiliki the thinking general, ia
memfokuskan kebijakan-kebijakannya untuk mempertahankan momentum pertumbuhan
ekonomi ditengah krisis keuangan global. Masa pemerintahan SBY berlangsung
selama dua periode yaitu dari 20 oktober 2004-20 oktober 2014.
Visi pembangunan 2005-2025 adalan INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL dan
MAKMUR. Sasaran pokok pembangunan jangka panjang nasional diupayakan secara
bertahap melalui RPJMN lima tahunan sebagai berikut:
I.
RPJMN 2005-2009 yaitu menata kembali dan membangun
Indonesia disegala bidang yang ditunjukan untuk menciptakan Indonesia yang aman
dan damai, yang adil dan demokratis dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya
meningkat.
II.
RPJMN 2010-2014 yaitu memantapkan penataan kembali
Indonesia di Segala bidang dengan menekan upaya peningkatan kualitas SDM
termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing
perekonomian.
III.
RPJMN 2015-2019 yaitu memantapkan pembangunan secara
menyeluruh diberbagai bidang dengan menekankan pencapaiana daya saing
kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber
daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat.
IV.
RPJMN 2020-2024 yaitu mewujudkan masyarakat indonesia
yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan diberbagai
bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh
berlandaskan keunggulan kompetitif diberbagai wilayah yang didukung oleh SDM
berkualitas dan berdaya saing.
Tiga kata kunci dari keseluruhan RPJMN adalah struktur perekonomian yang
kokoh, keunggulan kompetitif dan SDM yang berkualitas. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi dimasa SBY didukung oleh tingginya harga komonditas internasional dan
kebijakan QE yang mendorong investasi masuk keindonesia. Meski disatu sisi
memberikan dampak positif, tetapi harga minyak meningkatkan beban subsidi
energi.
Pada 2008 terjadi krisis keuangan global yang disebabkan beberapa faktor
yaitu kolapsnya perumahan AS (subrime mortgage, kolapsnya bank besar AS dan
negara maju ( investment bank besar seperti lehman brothers), kolapsnya sektor
keuangan, terutama pasar modal, seluruh faktor diatas memberikan dampak
terhadap kondisi ekonomi global termasuk negara berkembang. Perekonomian Indonesia
mampu bertahan, salah satu yang tertinggi di Dunia, salah satunya karena paket
kebijakan stimulus fiskal 2009. Selain krisis yang terjadi pada 2008, ada lima
negara berkembang yang masuk dalam Another Mini Crisis- Fragile Five,
didalamnya termasuk Indonesia, Afrika Selatan, Brazil, Turki, dan India karena
mengalami defisit transaksi berjalan yang tinggi dan rentan terhadap
normalisasi kebijakan moneter AS. Tapering off mendorong arus modal keluar yang
menyebabkkan pelemahan rupiah dan penurunan cadangan devisa. Dan dalam masa
pemerintahan inilah dibangunnya koridor-koridor ekonomi yang nantinya akan
dapat mempermudah kegiatan perekonomian Indonesia.
Pencapaian pemangunan ekonomi SBY (2005-2015) adalah pertumbuhan ekonomi
rata-rata 5,7%, tingkat kemiskinan menurun
sekitar 5%, PDB perkapita (USD harga berlaku) meningkat menjadi 3.492
(2014) dari 1.263 (2005).
g. Era Joko Widodo
Ekonomi dunia masih diliputi ketidakpastian. Pemerintahan Jokowi mengusung
program Nawacita dengan mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur agar
mampu berdaya saing tinggi. Postur APBN dirombak untuk mendukung kegiatan
produktif, menciptakan terobosan untuk menarik investasi, serta mengatur
kembali kebijakan-kebijakan ekonomi untuk mendorong efisiensi. Di tengah upaya
menaikkan pertumbuhan, pemerintahan ini menjalankan program-program pemerataan.
Pada masa pemerintahan presiden Jokowi fokus pada pembangunan infrastuktur yang
dimaksudkan untuk kesejahteraan. Selama masa pemerintahan ia memiliki
perencanaan unggulan yang dikenal dengan NAWACITA. Dalam program ini ada 9
perencanaan diantaranya adalah:
1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi
segenap bangsa dan memberika rasa aman kepada seluruh warga negara.
2) Membuat pemerintah untuk selalu hadir dengan
membangun tata kelola, pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan
terpercaya.
3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
4) Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan
reformasi sistem dan penegakkan hukum yang bebas korupsi, bermatabat serta
terpercaya.
5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Yaitu dengan cara program Indonesia Pintar melalui wajib belajar 12 tahun tanpa
dimintai pungutan biaya.
6) Meningkatkan produktivitas dan daya saing
pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju serta bangkit bersama
dengan bangsa Asia lainnya.
7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategi ekonomi domestik.
8) Membangun revolusi karakter bangsa, dengan
cara membangun pendidikan kewarganegaraan serta penyeragaman sistem pendidikan
nasional.
9) Memperkuat kebinekaan dan memperkuat restorasi
sosial Indonesia.
Dalam pemerintahannya Ia juga mengambil paket kebijakan ekonomi yang berisi
16 paket untuk meningkatkan daya saing industri nasional, ekspor dan investasi
untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. 6 area reformasi yang
dibentuk adalah untuk menigkatkan iklim investasi, mendorong daya saing
industri, promosi pariwisata, meningkatkan efisiensi loistik, stimulasi ekspor
serta memperkuat daya beli masyarakat.
Perbaikan iklim investasi juga dilakukan sehingga indonesia mampu meraih
status negara investment grade dari semua lembaga rating. Selai itu juga
pembangunan infrastruktur yang mencangkup 15 sektor program pun dilaksanakan
dari sektor industri, pelabuhan, pertanian, ,jalan, bendungan, energi dan
lainnya. Pembangunan infrastruktur mampu membalik laju penurunan stok
infrastruktur. Selain itu kebijakan reformasi fiskal juga dilakukan dengan
mengalokasikan anggaran kesektor produktif. Keberhasilan penerapan amnesti
pajak dilakukan dengan pengumpulan uang teusan pajak sepanjang juli 2016-maret
2017 dan Indonesia merupakan negara penerima pajak terbesar di dunia, dengan
presentase deklarasi properti dan repatriasi ssebesar 115 Triliun, serta
penerimaan negara yang mencapai angka
135,6 Triliun.
Karena melihat kelemahan di Indonesia yaitu kurangnya keahlian SDM, maka
pemerintah mengadakan program pembangunan SDM vokasi. Program ini dilakukan
dengan jangka waktu5 tahun dengan rincian 2015-2017 dilakukan percepatan
pembangunan sedangkan sejak 2018-2019 baru dilakukan pembangunan SDM.
Selain itu pemerataan pembangunan Ekonomi dilakukan dengan tiga cara yaitu
dengan pembangunan desa yakni dengan membangun dari desa, alokasi dana desa
meningkat, kedua dengan reformasi agraria yakni dengan pembagian akses lahan
yang adil kepada seluruh masyarakat, dan yang terakhir melalui bantuan sosial
tepat sasaran dengan cara skema bantuan pangan non tunai (BPNT) untuk bantuan
yang lebih tepat sasaran.
Pencapaian pembangunan ekonomi pada masa pemerintahan presiden Joko Widodo
adalah pertumbungan ekonomi yang meningkat denganrata-rata 5,0%, tingkat
kemiskinan yang menurun menjadi 9,41% pada maret 2019, PDB perkapita mencapai
3.894 pada tahun 2018, serta tingkat inflasi yang stabil dengan tingkat 3,1 % pada tahun 2018.
III.
Pendapat (Perbandingan dengan ekonomi masa kini)
Tantangan
perekonomian Indonesia pada 2019 dan tahun-tahun mendatang pun diperkirakan
tidak akan berkurang. Malah, sejak jauh-jauh hari banyak ekonom nasional dan
global yang memperkirakan tantangan lebih berat menanti di masa mendatang.
Isu perang
dagang yang memanaskan Amerika Serikat dan China pun sudah terbukti menyeret peta
ekonomi politik global. Belum lagi kondisi ekonomi di Amerika Serikat yang
diperkirakan bakal memperketat kebijakan moneternya, ditakar bakal menarik
pulang greenback ke negeri asalnya, yang sudah pasti menekan nilai tukar mata
uang negara lain termasuk rupiah. Dari dalam
negeri, persoalan dasar industrialisasi yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya, juga masih menjadi pekerjaan rumah tiada usai bagi pemerintahan,
siapa pun itu yang berkuasa.
Menjelang tutup tahun 2018, terbukti sejumlah kebijakan yang muncul juga
kembali berkutat pada komoditas mentah, yang pada beberapa tahun sempat
diupayakan untuk dikurangi dengan mengedepankan nilai tambah ketika diekspor,
selain relaksasi. Di luar perdagangan, sektor-sektor ekonomi lain yang
diharapkan bisa mendongkrak pertumbuhan juga belum banyak unjuk gigi. Jasa dan
pariwisata masih menjadi tumpuan bersanding dengan konsumsi.
IV.
Kesimpulan
Dalam
perjalanannya, Indonesia mencatatkan pasang-surut pertumbuhan ekonomi. JEO ini
merangkum jejak pertumbuhan itu dari masa ke masa pemerintahan tujuh presiden
yang pernah memimpin Indonesia, dari Soekarno sampai Joko Widodo (Jokowi).
Sebagai data
awal, per kuartal III-2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,17 persen,
lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 5,06 persen. Secara
tahunan, pertumbuhan ekonomi 2017 mencapai 5,07 persen, angka tertinggi sejak
2014.
Memang, angka
itu masih di bawah pertumbuhan ekonomi masa pemerintahan Soeharto yang sempat
menembus 10 persen, sehingga ketika itu Indonesia dipuja-puji sebagai salah
Macan Asia. Bahkan, kinerja ekonomi saat ini masih di bawah capaian
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang bisa di atas 6 persen.
Namun, kondisi
perekonomian Indonesia sekarang tetap dinilai sudah mulai stabil, setelah mengalami
kejatuhan pada krisis 1998. Saat itu inflasi meroket drastis 80 persen dengan
pertumbuhan ekonominya minus.
"Sekarang
kita jelas tumbuh lebih baik, meski pertumbuhan di bawah zaman Orde Baru tapi
reformasi ekonomi kita menunjukkan perbaikan pesat,"
Komentar
Posting Komentar